SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Blora — Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Komang Gede Irawadi mengungkapkan adanya sejumlah pihak yang berkonsultasi mengusulkan pembentukan Tim Kelompok Kerja (Pokja) Kawasan Industri Blora. Usulan itu muncul pasca seminar Kawasan Industri belum lama ini.
Komang Gede Irawadi mengapresiasi usulan tersebut sekaligus menyetujui ide keberadaan Kawasan Industri di Blora, sebab diyakini akan memberikan banyak dampak berganda atau multiplier effect yang banyak. Konsep kawasan industri di Blora akan memberikan efek yang luas bagi setiap sektornya.
‘’Jika industrinya di sini, kita juga punya sumber gas di sini maka akan jadi multiplier efek yang banyak,’’ katanya kepada Suarabanyuurip.com, Jumat (03/01/2025).
Ditambahkan, kemungkinan Kawasan Industri di Blora yang diproyeksikan di wilayah hutan, dipandang sebagai keuntungan. Sebab 49 persen wilayah Blora memang berupa kawasan hutan yang merupakan milik Perhutani.
“Jika dibuat di sana Kawasan Industrinya (wilayah hutan) berarti ijinnya cukup dengan satu pihak saja,” tambahnya.

Di sisi lain, lanjut dia, dengan tanpa adanya Kawasan Industri di Blora, maka pembangunan industri akan menjadi parsial, dan akan muncul kendala-kendala lain seperti pembebasan tanah yang rumit. Oleh karena itu ia berharap semua pihak betul-betul memahami manfaat jangka panjang adanya Kawasan Industri di Blora untuk menyerap investasi.
Untuk itu, diakuinya peran pemerintah harus memberikan dorongan, dan agar tahapan-tahapan tentang hal itu dalam lima tahun ke depan harus jelas. Maka perlu diskusi yang panjang mengenai banyak hal terkait gagasan tersebut.
“Sama-sama nanti kita siapkan regulasinya untuk kepentingan penyusunan RPJMD dan RTRW. Sambil jalan kita juga bisa membuat feasibility studynya,” tuturnya.
Terpisah, anggota tim perencanaan Kawasan Industri, Seno Margo Utomo menyatakan, bahwa hasil dari Seminar Kawasan Industri di Blora akan beririsan dengan kepentingan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Oleh karena itu pembentukan Pokja dinilai akan memudahkan transformasi gagasan tersebut secara lebih terukur dan capaian-capaian Pokjanya dapat dievaluasi.
Pria yang juga menjabat Komisaris PT Blora Patra Energi (BPE) ini menyebut, keharusan bertindak progresif untuk upaya-upaya yang dapat menambahkan pendapatan bagi Blora sekaligus menjadi instrumen untuk mengurangi tingkat kemiskinan, pengangguran dan beragam problem sosial ekonomi lainnya.
“(karena) Kalau kita tidak progresif, secara kasat mata kita akan dengan cepat ditinggalkan oleh kabupaten-kabupaten lain yang ada di sekitar Blora,” tegasnya.
Progresivitas Kabupaten Bojonegoro, diambil sebagai contoh. Dalam waktu dekat di kabupaten tersebut akan dibangun Pabrik Metanol dan Pupuk Sriwidjaja. Tetapi Kawasan Industri di Blora akan mempunyai proyeksi yang berbeda dari Bojonegoro. Karena kawasan Industri di Blora juga menjadi bagian pengentasan kemiskinan dan pengangguran.
“Bojonegoro memang surplus APBD, surplus DBH Migas, silpanya lebih besar dari APBD Blora. Tetapi mungkin PR nya masih banyak terutama dengan tingkat pengangguran dan angka kemiskinan yang ternyata mungkin tidak terpaut jauh dari kita,’’ tandas Seno.(fin)