SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Sejumlah program yang direalisasikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro belum mampu menurunkan angka kemiskinan. Tercatat 147.330 jiwa penduduk Bojonegoro masih terjerat kemiskinan.
Angka tersebut berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bojonegoro yang menyatakan kemiskinan di Bojonegoro turun sebanyak 5.920 jiwa. Atau dari 2023 lalu sebanyak 153,25 ribu jiwa penduduk miskin, turun menjadi 147,33 ribu jiwa di 2024.
“Penduduk dikategorikan miskin jika pengeluaran perkapita per bulan masih rendah. Yakni di bawah Rp 471.457 per bulan untuk pengeluaran satu orang,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bojonegoro, Anwar Murtadlo.
Dia mengatakan, penduduk Bojonegoro sebanyak 147.330 ribu jiwa masih di bawah garis kemiskinan (GK) karena pengeluarannya rendah. Namun jumlah tersebut turun apabila dibandingkan pada tahun 2023 lalu, dari 153,25 ribu jiwa, turun menjadi 147,33 ribu jiwa penduduk miskin pada tahun 2024.
“Jika di persentasekan turun sekitar 0,49 persen. Atau dari 12,18 persen pada 2023 turun menjadi 11,69 persen kemiskinan pada 2024 kemarin,” katanya, Minggu (12/1/2025).
Tadlo mengungkapkan, Pemkab Bojonegoro sudah mengupayakan mengurangi angka kemiskinan dengan merealisasikan sejumlah program. Diantaranya sambungan listrik masyarakat miskin, domba kesejahteraan hingga pembuatan kolam lele keluarga untuk meningkatkan pendapatan.
“Termasuk konektivitas pembangunan jalan hingga jembatan di desa-desa,” imbuhnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi C DPRD Bojonegoro, Ahmad Supriyanto, mengapresiasi program Pemkab Bojonegoro untuk mengurangi angka kemiskinan. Namun, program tersebut belum maksimal karena angka kemiskinan masih tinggi.
“Kemiskinan ini sangat kompleks dan harus melibatkan banyak aspek, seperti pendidikan, kesehatan, akses pekerjaan, dan pemerataan pembangunan,” katanya.
Dia mengatakan, sejumlah realisasi program belum berjalan maksimal karena berbagai faktor, seperti kurangnya integrasi antar program hingga pendataan keluarga miskin belum akurat. Selain itu, keberlanjutan dan efektivitas realisasi program perlu dievaluasi agar bisa memberi dampak kepada masyarakat miskin.
“Perlu ditinjau, apakah benar-benar tepat sasaran dan memberi dampak jangka panjang atau tidak,” tandasnya.(jk)