SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – IDFoS Indonesia bersama sejumlah komunitas yang tergabung dalam gerakan lestari alam raya (Gelar) mengadakan aksi sosial bertajuk Eco Ramadan 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari Gelar #8 yang dilaksanakan secara serentak di tiga kabupaten, yakni Bojonegoro, Tuban, dan Blora.
Aksi ini bertepatan dengan Hari Bebas Sampah Internasional, Hari Hutan Sedunia, dan Hari Air Sedunia, yang semuanya diperingati pada bulan Maret. Kegiatan sedekah pohon dan eco takjil dipusatkan di Jalan Mas Tumapel, tepatnya di Watu Semar, Alun-alun Bojonegoro.
Sebanyak 70 relawan dari 22 organisasi turut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Diantaranya PC PMII Bojonegoro, Palase, Brigpala, Smantigpala, Alas Institute, Nurul, Hayat, Gemuruh, Gereja Kristen Indonesia Bojonegoro, Inspektra, Ademos, Elsal, Perhutani KPH Parengan, KPH Cepu, KPH Padangan, Perum Jasa Tirta, Lima2B, Gusdurian Bojonegoro, Konghucu, GKJTU, Hindu, IPNU, IPPNU, ABB.
Dalam aksi ini, para relawan membagikan 350 paket takjil serta 1.000 bibit buah kepada masyarakat. Eco takjil disajikan dalam wadah yang ramah lingkungan, sebagai upaya mengurangi sampah plastik yang meningkat selama bulan Ramadan.
Sedangkan untuk sedekah pohon bertujuan untuk mendorong penghijauan, mengurangi dampak perubahan iklim, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan.
Koordinator Aksi Sosial Eco Ramadan 2025 di Bojonegoro, Nicko Hary dari Nurul Hayat, menyampaikan program berbagi bahagia Eco Takjil dan sedekah pohon sufah rutin dilakukan setiap tahun.
“Harapannya bagi yang menerima sedekah pohon menjadi salah satu bagian dari gerakan ini untuk melestarikan serta menjaga lingkungan dimulai dengan menanam pohon,” katanya, Jumat (21/3/2025) sore.
Dia menambahkan, adanya GELAR #8 Eco Ramadan 2025, agar semakin banyak pihak yang terinspirasi untuk berkontribusi dalam menjaga lingkungan. Melalui aksi sederhana seperti menanam pohon dan mengurangi sampah plastik.
“Kami bisa bersama-sama menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan terutama melalui aksi ini,” tambahnya.
Ahmad Muhajirin dari IDFoS Indonesa selaku Koordinator 3 Kabupaten, Bojonegoro Tuban dan Blora menambahkan, melihat data dan fakta di lapangan, perubahan iklim semakin nyata dirasakan oleh masyarakat, terutama di wilayah pedesaan. Di Bojonegoro dan Tuban, fenomena kekeringan dan suhu ekstrem berdampak langsung pada ketahanan pangan dan sumber air warga.
Sementara di Blora, lanjut Hajir, peningkatan kejadian bencana seperti banjir dan kekeringan dalam lima tahun terakhir menandakan bahwa kapasitas adaptasi lingkungan sedang tertekan.
“Untuk itu Gelar hadir di tengah masyarakat untuk mendorong penguatan aksi lokal, edukasi iklim, serta membangun kolaborasi multipihak demi memperkuat ketahanan terhadap risiko bencana dan perubahan iklim yang makin kompleks. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal keadilan sosial dan masa depan hidup bersama,” pungkas Hajir.(jk)