Muslimat NU Bojonegoro Siap Menapaki Abad Kedua: Merawat Tradisi, Menguatkan Kemandirian, Meneguhkan Peradaban

Cantika Wahono
FOTO BERSAMA : Pelantikan Pimpinan Anak Cabang (PAC) Muslimat NU se-Cabang Bojonegoro di Gedung DPRD dihadiri Bupati Bojonegoro H. Setyo Wahono; Wakil Bupati Hj. Nurul Azizah; Ketua TP PKK Kabupaten Cantika Wahono, Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Jatim Nyai Hj Masruroh Wahid dan sejumlah tamu undangan.

Oleh: Dr. Hj. Cantika Wahono

Pelantikan Pimpinan Anak Cabang (PAC) Muslimat NU se-Cabang Bojonegoro yang berlangsung pagi tadi, Hari Ahad Tanggal 27 April 2025 bertempat di Gedung DPRD Kabupaten Bojonegoro, bukan sekadar agenda rutin organisasi. Ini adalah titik tolak penting dalam perjalanan Muslimat NU memasuki abad keduanya. Pelantikan dihadiri Bupati Bojonegoro H. Setyo Wahono; Wakil Bupati Hj. Nurul Azizah; Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Jatim Nyai Dra. Hj Masruroh Wahid, M.Si; Ketua DPRD Abdulloh Umar, S.Pd, Rais Syuri’ah PCNU Bojonegoro KH. Maimun Syafi’I, Wakil Ketua PCNU Bojonegoro Drs. KH. Saifuddin Idris, MM; Dewan Pakar Muslimat NU Cabang Bojonegoro Dra. Hj. Mitro’atin, S.Pd, MM; Ketua TP PKK Kabupaten Bojonegoro Dr. Hj. Cantika Wahono dan Ketua PC Muslimat NU Bojonegoro Hj. Umi Zulaichah Shohib.

Mengusung semangat Kongres XVIII di Surabaya yang digelar pad Tanggal 10–15 Februari 2025 di Gedung Jatim Expo Surabaya dengan tema “Merawat Tradisi, Menguatkan Kemandirian, Meneguhkan Peradaban”, organisasi perempuan terbesar di lingkungan Nahdlatul Ulama ini dihadapkan pada tugas besar : menjaga jati diri, membangun kemandirian, dan sekaligus meneguhkan peran kebangsaannya. Muslimat NU menghadapi tantangan baru yang tidak lagi sederhana. Di tengah cepatnya perubahan sosial, budaya, dan teknologi, pertanyaan selanjutnya adalah: bagaimana Muslimat NU tetap relevan tanpa kehilangan akar tradisinya?

Peran Strategis Muslimat NU

Sejak awal berdirinya, Muslimat NU mengemban peran ganda: sebagai penjaga nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah dan sebagai motor pemberdayaan perempuan di berbagai lini kehidupan bidang sosial, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Kontribusi Muslimat NU terhadap pembangunan bangsa tidak bisa dipandang sebelah mata: dari mengelola lembaga pendidikan anak usia dini, rumah sakit, koperasi, hingga advokasi keadilan gender berbasis nilai keislaman dan gerakan sosial kemasyarakatan lainnya.

Namun di abad kedua ini, peran tersebut menuntut redefinisi. Muslimat NU tidak hanya harus kuat di bidang sosial-keagamaan, tapi juga hadir di pusat-pusat pengambilan keputusan politik, ekonomi, dan budaya. Tidak cukup menjadi pengikut, Muslimat NU harus menjadi penggerak.

Tantangan yang Mengerucut

Ada tiga tantangan besar yang kini mengemuka. Pertama, transformasi generasi muda. Dunia digital telah membentuk budaya baru: serba cepat, serba instan, dan terkadang kehilangan kedalaman tradisi. Muslimat NU harus mampu membangun narasi yang menarik tanpa tercerabut dari identitasnya. Generasi Muslimat muda hidup dalam dunia yang sangat berbeda dari generasi pendiri organisasi ini. Tanpa pendekatan kreatif dan inovatif, tradisi bisa tampak asing bahkan bagi kader sendiri.

Kedua, tantangan kemandirian ekonomi. Organisasi sebesar Muslimat NU tidak boleh menggantungkan diri pada donasi sesaat. Kemandirian finansial melalui koperasi, UMKM berbasis komunitas, hingga inovasi bisnis sosial harus menjadi fokus utama. Muslimat NU tidak bisa hanya mengandalkan bantuan eksternal atau proyek-proyek sesaat. Kemandirian finansial menjadi syarat mutlak untuk memastikan gerakan organisasi tetap berjalan dan berkembang. Tanpa kekuatan ekonomi, idealisme akan mudah dikompromikan oleh pragmatisme.

Ketiga, tantangan fragmentasi sosial. Polarisasi politik dan identitas makin tajam. Di sinilah Muslimat NU harus tampil sebagai penyejuk, meneduhkan peradaban dengan pendekatan Islam rahmatan lil ‘alamin. Di tengah menguatnya politik identitas, Muslimat NU diharapkan mampu menjadi jembatan, bukan jurang. Menjadi peneduh peradaban berarti aktif mengupayakan harmoni sosial, meredam ekstremisme, dan memperkuat ikatan kebangsaan.

Strategi Menuju Organisasi yang Tangguh

Ada beberapa strategi yang perlu diperkuat: Pertama, revitalisasi kaderisasi. Pelatihan pemimpin perempuan yang adaptif terhadap teknologi mutlak diperlukan. Pelatihan kepemimpinan tidak hanya harus berbasis nilai-nilai Aswaja, tetapi juga membekali kader dengan kemampuan manajerial modern, literasi digital, dan keterampilan berjejaring. Organisasi besar ini membutuhkan pemimpin-pemimpin perempuan yang visioner dan progresif.

Kedua, transformasi digital. Memanfaatkan media sosial, platform edukasi, teknologi informasi, hingga produksi konten digital untuk memperluas jangkauan dakwah dan advokasinya bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Digitalisasi bukan berarti meninggalkan tradisi, melainkan membungkus nilai lama dengan cara baru yang lebih komunikatif dan menarik.

Ketiga, penguatan ekonomi organisasi. Melalui koperasi, UMKM berbasis komunitas, program-program pemberdayaan perempuan, hingga jaringan bisnis sosial, Muslimat NU harus membangun kekuatan ekonomi internal. Inovasi dalam bidang ekonomi kreatif bisa menjadi sumber baru kemandirian.

Keempat, kolaborasi lintas sektor. Era ini bukan era kerja sendiri. Muslimat NU harus membangun sinergi dengan pemerintah daerah, dunia usaha, akademisi, media, komunitas lokal dan organisasi masyarakat lainnya. Dengan memperluas jejaring, dampak gerakan akan semakin besar dan berdaya tahan.

Di atas semuanya, Muslimat NU harus menjaga marwahnya: tradisi harus tetap hidup, namun dengan pendekatan baru yang lebih komunikatif, kreatif dan berbasis kebutuhan zaman.

Momentum untuk Melompat

Menjadi Muslimat NU di abad kedua adalah menjadi penjaga tradisi yang sadar akan perubahan. Merawat amaliah dan tradisi keislaman ala Nahdliyin adalah keharusan, namun itu harus disertai dengan keberanian untuk terus memperbaharui pendekatan, bahasa dan strategi gerakan.

Kita harus sadar bahwa mempertahankan organisasi dalam dunia yang berubah cepat tidak cukup hanya dengan slogan. Diperlukan inovasi berkelanjutan, refleksi kritis, dan kemauan untuk bertransformasi tanpa kehilangan ruh dasar perjuangan.

Pelantikan PAC se-Cabang Bojonegoro adalah awal dari kerja besar. Bukan hanya menjaga eksistensi, tapi membangun relevansi, menuju Muslimat NU yang lebih kuat, lebih mandiri, dan lebih membumi.

Muslimat NU harus berani keluar dari zona nyaman, melangkah lebih jauh dari sekadar pelestarian tradisi menuju inovasi berbasis nilai. Inilah momentum untuk melompat lebih tinggi: meneguhkan diri sebagai penjaga tradisi, penggerak kemandirian, dan peneduh peradaban dalam dunia yang semakin cair dan dinamis.

Bojonegoro, sebagai salah satu basis kuat kader Muslimat NU yang aktif, bisa menjadi model bagaimana tradisi dirawat, kemandirian dibangun, dan peradaban diteduhkan. Dari sini, harapan itu kita nyalakan: bahwa di tengah dunia yang kian berubah, Muslimat NU tetap berdiri tegak sebagai pelita yang menuntun umat dan bangsa.

Dari Bojonegoro untuk Indonesia, Muslimat NU menapaki abad kedua dengan optimisme, tekad, dan kerja nyata. Semoga dari Bojonegoro, lahir gerakan Muslimat NU yang menginspirasi seluruh Indonesia.

Penulis adalah Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Bojonegoro

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait