SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Bojonegoro – Meningkatnya angka kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur pada tahun 2021 menjadi sorotan DPRD setempat. Wakil rakyat menilai kemiskinan tersebut seharusnya dapat ditekan karena Bojonegoro memiliki kekuatan APBD cukup besar. DPRD merekomendasikan agar kinerja Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten dan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait dilakukan evaluasi secara menyeluruh.
Juru Bicara Pansus III Maftukhan dari Fraksi Gerindra menyampaikan angka kemiskinan Bojonegoro tahun 2021 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 166.520 jiwa dari sebelumnya sebanyak 161.100 jiwa. Sementara jika dilihat dari persentase ada peningkatan 0,4 persen, dari tahun sebelumnya 12,87% meningkat menjadi 13,27% pada 2021.
“Artinya jumlah penduduk miskin di Bojonegoro tahun 2021 bertambah sekitar 5 ribu jiwa,” ujarnya saat menyampaikan tanggapan LPj Bupati Bojonegoro Tahun 2021 dalam rapat Paripurna Laporan Pansus 1 – IV, Selasa (22/3/2021).
Tidak hanya peningkatan angka kemiskinan, Maftukhan melanjutkan tingkat kedalaman (P1) dan keparahan kemiskinan (P2) kemiskinan Bojonegoro pada 2021 juga meningkat. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada tahun 2021 mencapai 1.88, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 1.72. Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan tahun ini mencapai 0.45, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya 0.35.
“Ini menandakan tingkat kesenjangan antara penduduk miskin kian melebar,” tegas Anggota Komisi C DPRD Bojonegoro itu.
Menurut Mafthukan, dengan APBD Bojonegoro yang mencapai Rp6 triliun lebih, seharusnya Pemerintah Daerah lebih leluasa membuat banyak terobosan. Baik berupa kebijakan dan program yang dapat mengakselarasi (percepatan) pengentasan kemiskinan di daerah. Namun, kenyataanya, pengelolaan APBD belum maksimal. Terbukti, SiLPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) Bojonegoro dalam beberapa tahun ini sangat tinggi. Bahkan Bojonegoro menjadi kabupaten dengan nilai SiLPA tertinggi No. 1 se-Indonesia.
Sementara dalam dua tahun terakhir ini trend angka kemiskinan di di Bumi Angling Dharma – sebutan lain Bojonegoro – mengalami kenaikan. Untuk itu, Pansus III, kata Mafthukan merekomendasikan agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja TKPK dan OPD terkait. Para pemangku kebijakan daerah perlu mengrangkul semua pihak, kelompok kepentingan, multi stakeholder, membangun komunikasi, sinergitas dan kolaborasi bersama untuk melakukan akselerasi penanggulangan kemiskinan multidimensi di daerah.
“Harus segera dilakukan evaluasi tentang penyebab melonjaknya angka kemiskinan, kemudian merumuskan program pengentasan kemiskinan secara masif yang terencana dan terukur agar angka kemiskinan kembali turun,” tandas wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) V meliputi Kecamatan Gayam, Purwosari, Ngasem, Kalitidu, Malo, Padangan, Kasiman, dan Kedewan.
Pansus III juga menyoroti seringnya terjadi penundaan dan keterlambatan pemberian bantuan bagi warga miskin dengan alasan perlu update data atau masih proses verifikasi data oleh Pemkab Bojonegoro. Karena itu, diperlukan dukungab basis data kemiskinan yang benar dan berkualitas. Tujuannya agar jangan sampai persoalan ‘data kemiskinan’ menjadi, atau disebabkan karena ‘kemiskinan data’, akibat terkendala ketersediaan data kemiskinan yang benar, valid, sesuai kondisi riil.
Data kemiskinan, kata Mafthukan harus selalu diperbarui atau di-update secara berkala, karena akan sangat berpengaruh terhadap ketepatan startegi, bentuk intervensi dan sasaran program.
“Kami rekomendasikan agar segera dibuatkan pusat data terpadu yang bisa diakses dan digunakan semua pihak untuk mengetahui data ter-update setiap jangka waktu tertentu,” tegasnya.
Selain masalah kemiskinan, Pansus III DPRD Bojonegoeo merekomendasikan agar dana hibah untuk 129 lembaga yang tidak terealisasi pada tahun 2021 agar dialokasikan pada Perubahan APBD tahun 2022. Hal ini sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah dalam mematuhi keputusan produk hukum dan keputusan politik yang telah di sepakati melalui Penetapan APBD maupun P-APBD.
“Kami minta kinerja birokrasi dan komunikasi dengan SKPD terkait diperbaiki agar proposal atau usulan pengajuan permohonan bantuan dari lembaga yang masuk di Pemerintah Kabupaten tidak hilang begitu saja tanpa bisa dilacak,” pungkas politisi asal Desa Pelem, Kecamatan Purwosari itu.(suko)