SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Penanganan kemiskinan yang dilakukan Pemkab Bojonegoro, Jawa Timur cukup massif. Namun, DPRD Bojonegoro meminta pemkab harus melakukan evaluasi penanganan kemiskinan terutama dalam perencanaan program karena jumlah penduduk miskin justru meningkat.
Anggota Komisi C DPRD Bojonegoro Ahmad Supriyanto mengatakan, angka kemiskinan di Bojonegoro dari data BPS sebesar 13,27 persen atau setara sekitar 166.500 jiwa. Padahal program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah daerah sangat massif.
“Baik itu pengurangan beban pengeluaran, peningkatan pendapatan maupun klaster seperti yang tertuang dalam Inpres nomor 4. Namun pertanyaannya kenapa program pengentasan kemiskinan tidak berhasil,” katanya saat Rapat Kerja terkait sinkronisasi data kemiskinan dan sinergi pengentasan kemiskinan, Kamis (7/7/2022).
Dia mengatakan, setelah muncul data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Pemkab saat itu langsung melakukan pendataan secara mandiri yakni melalui data miskin daerah (damisda). Hal itu mengesankan seolah-olah pemkab tidak terima dengan data BPS sehingga melakukan pendataan sendiri untuk menyangkal data BPS.
“Jadinya, seolah-olah pemda menanggulangi kemiskinan dengan mengubah data kemiskinan,” katanya, Kamis (7/7/2022).
Supriyanto mengatakan, banyak program sesuai Inpres nomor 4 yang dilakukan Pemkab Bojonegoro. Namun, jika belum berhasil menekan angka kemiskinan berarti ada masalah dalam perencanaannya.
“Kami meminta eksekutif melakukan evaluasi dalam implementasi penanganan kemiskinan,” katanya.
Kepala BPS Bojonegoro, Kurnia Novi, sebelumnya menyampaikan jumlah penduduk miskin – penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK) – di Kabupaten Bojonegoro pada bulan Maret 2021 mencapai 166.520 ribu jiwa. Jumlah ini bertambah sebesar 5.420 ribu jiwa, bila dibandingkan dengan kondisi Maret 2020 yang sebesar 161.100 ribu jiwa atau naik sebesar 3,36 persen.
“indek kedalaman kemiskinan atau PI pada periode 2020-2021 juga mengalami peningkatan nilai sebesar 0,170 poin menjadi 1,880 pada tahun 2021. Begitu juga dengan Indeks Keparahan Kemiskinan atau P2 mengalami peningkatan dari 0,350 pada 2020, menjadi 0,450 pada 2021,†ujarnya.
Menanggapi hal itu, Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah mengatakan, pemkab mempunyai parameter dan tidak menekan atau meng-counter data kemiskinan. Namun, jika pendataan tidak valid atau tidak sesuai maka silahkan diperbaiki agar data sesuai.
“Data kami terima dan kompilasi yang ada pengurangan kemiskinan itu adalah insentif untuk industri kreatif,” katanya.
Dia mengatakan, pemkab melakukan sensus mandiri karena Bojonegoro terdepan bukan sekedar sensus. Karena sudah terdepan dalam BKD dan terdepan dalam beasiswa.
“Kami membuat kebijakan yang tepat terhadap penanganan masyarakat miskin. Karena, kemiskinan tidak baik untuk IPM yakni ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Karena itu, kami mendorong di desa semakin kreatif,” katanya.(jk)