Pernikahan Dini di Bojonegoro Tinggi, Bisa Sebabkan Kasus Stunting

Ketua Panitera Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro, Solikhin Jamik .

Suarabanyuurip.com – Joko Kuncoro

Bojonegoro – Pengajuan dispensasi pernikahan (diska) di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur tahun 2022 masih cukup tinggi yakni 486 pengajuan. Nikah muda menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, sekaligus stunting.

Ketua Panitera Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro, Solikhin Jamik mengatakan, pengajuan diska mengalami peningkatan. Dan banyak faktor yang menjadi pengaruh tingginya angka diska, salah satunya tingkat pendidikan yang rendah.

“Selama 10 bulan terakhir atau hingga Oktober tercatat sebanyak 486 pengajuan diska. Terbanyak pengajuan pada Juni lalu ada 73 kasus,” katanya, Sabtu (5/11/2022).

Dia mengatakan, selain faktor pendidikan, kemiskinan juga menjadi penyebab banyaknya diska. Rata-rata yang mengajukan masih di bawah umur 19 tahun, namun tetap yang mengajukan diska para orang tua.

Sebab, berdasarkan data pengajuan diska mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Terbanyak dari lulusan SMP ada 268 pemohon diska, lulusan SMA sebanyak 122 pemohon diska, lulusan SD 91 pemohon diska, dan lainnya tidak tamat sekolah sebanyak 5 pemohon.

Baca Juga :   Target Pendapatan Meleset, Dispenda Tagih Pusat

“Perkawinan anak bisa dikurangi meningkatkan jenjang pendidikan dan mengurangi angka kemiskinan,” katanya.

Sementara, Pengurus Kopri PC PMII Bojonegoro Rizkun Navi’a Darojah mengatakan, cukup prihatin dengan angka pernikahan dini di Bojonegoro yang masih tinggi. Padahal, nikah muda berpotensi adanya kekerasan terhadap perempuan juga stunting.

“Secara mental perempuan di bawah umur belum siap. Dan sangat berpotensi kekerasan dan terjadinya perceraian,” kata Rizkun

Dia mengatakan, nikah muda juga berpengaruh terhadap angka kematian ibu (AKI) karena reproduksi anak belum matang berbeda dengan orang dewasa. Tentu, saat mengandung dan melahirkan akan ada risiko tinggi.

Sehingga, perlu melakukan sosialisasi secara gencar tentang bahayanya pernikahan dini. Terutama kepada orang tua dan juga remaja.

“Juga akan sangat bagus jika mengaktifkan peran bina kelurga remaja (BKR) yang ada di desa serta posyandu remaja (Posrem). Sehingga hal ini bisa mencegah atau mengurangi pernikahan dini,” katanya.(jk)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *