Komisi C Sepakat Akar Cerai dan Diska Tinggi Akibat Kemiskinan dan Pendidikan Rendah

Sekretaris Komisi C DPRD Bojonegoro, Ahmad Supriyanto.

Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari

Bojonegoro – Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro, Jawa Timur, sepakat atas pernyataan Panitera Pengadilan Agama (PA) setempat yang menyebutkan bahwa akar masalah terjadinya perceraian dan dispensasi kawin (Diska) yang tinggi adalah pendidikan rendah dan kemiskinan.

“Prinsipnya, secara pribadi maupun kelembagaan, saya sepakat bahwa perceraian dan Diska yang tinggi di Bojonegoro ini akibat dari kemiskinan dan pendidikan rendah,” kata Sekretaris Komisi C DPRD Bojonegoro, Ahmad Supriyanto kepada SuaraBanyuurip.com, Kamis (01/12/2022).

Dijelaskan, bahwa secara lembaga di Komisi C, pihaknya tak kurang dalam menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten agar fokus, serius dan punya niat untuk memajukan pendidikan di Bojonegoro. Selain itu agar mengurangi kemiskinan di kabupaten penghasil minyak ini.

Bersama rekan sejawat di komisi yang membidangi pendidikan, kesejahteraan, dan kesehatan ini, pihaknya mengaku menindaklanjuti persoalan pendidikan dan kemiskinan sampai mencari akar permasalahannya satu persatu dengan dinas terkait.

Salah satu akar masalah yang diurai yaitu sudah sekian lama Dinas Pendidikan tidak punya data base. Kemudian dalam soal kesejahteraan, dia mempertanyakan indikator kemiskinan meliputi apa saja.

“Hingga kemudian kami sampai pada satu kesimpulan bahwa APBD yang tinggi tidak menjamin untuk mengurangi angka kemiskinan maupun meningkatkan kualitas pendidikan, apabila top leader (pucuk pimpinan) di Bojonegoro ini tidak ada niat yang serius ke arah situ. Kuncinya itu,” tegasnya.

Jika ada niatan dan serius menangani persoalan pendidikan dan kemiskinan, baik organisasi perangkat daerah (OPD) maupun stake holder yang ada dia yakini mampu menyelesaikannya. Diperkirakan hanya membutuhkan waktu tiga tahunan.

“Padahal, masa Pemerintahan Bupati Anna dan Wakilnya sudah berjalan kurang lebih empat tahun. Ya meskipun sempat ada pandemi kan harusnya kemisikinan dan pendidikan ini menjadi tolak ukur keberhasilan,” ujarnya.

Disinggung perihal anggaran pendidikan di Bojonegoro. Anggota DPRD dari Fraksi Golkar ini menyatakan, bahwa dirinya selalu mengingatkan tentang mandatory spending fungsi pendidikan. Mulai dari rapat anggaran di tingkat komisi hingga saat rapat anggaran bersama TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah).

Saat diingatkan apakah mandatory spending fungsi pendidikan minimal 20 persen sudah tercapai. TAPD menjawab dana pendidikan yang saat ini ramai cuma 13 persen itu belum termasuk dana abadi pendidikan. Yang mana nilainya sebesar Rp500 miliar. Sehingga eksekutif menganggap sudah lebih dari 20 persen. Karena jika dana abadi ditambahkan ke dana pendidikan Rp900 miliar telah mencapai Rp1,4 triliun.

“Menurut kami berbeda. Pemahaman kami dana Rp500 miliar itu adalah investasi yang hasilnya untuk pendidikan. Ketika itu belum ada hasilnya untuk pendidikan, dana abadi itu belum masuk untuk dikategorikan dana pendidikan. Ini yang menjadi perbedaan pandangan antara kami dengan eksekutif. Selain itu Perdanya belum disahkan,” tandasya.

Diberitakan sebelumnya, Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) menyebutkan kebodohan dan kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menjadi sebab tingginya angka perceraian dan dispensasi kawin (Diska).

“Data yang kami peroleh sangat mencengangkan,” kata Koordinator APPA, Nafidatul Hima.

Baik APPA maupun Pengadilan Agama Bojonegoro berpendapat, bahwa akar masalah perceraian dan Diska tinggi adalah pendidikan rendah dan kemiskinan. IPM Bojonegoro ini rendah.

“Bahkan ini berlaku di setiap negara, jika pendidikan disuatu wilayah itu rendah, perceraiannya juga tinggi,” ujar Panitera PA Bojonegoro, Sholikin Jamik.(fin)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *