Suarabanyuurip.com – Sami’an Sasongko
Jakarta – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengakui, bahwa beberapa poin seakan luput dari sorotan publik karena terjebak pada penambahan masa jabatan kepala desa (Kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun dalam satu periode.
“Padahal disisi lain, desa telah menunjukkan prestasi yang luar biasa. Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, itu dalam rangka memperkuat peran desa setelah sembilan tahun terbukti mampu mengelola dana desa (DD) hingga Rp648 triliun sejak DD digulirkan pemerintah pusat,” kata Mendes PDTT, Abdul Halim Iskandar, dalam keterangan resminya.
Gus Halim, sapaan akrabnya mengungkapkan, saat ini DD terbukti mampu memberikan dukungan yang bagus bagi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Itu karena kepiawaian dan kemampuan Kades beserta perangkat desa dengan segala kondisi yang dihadapi berhasil meningkatkan Indeks Desa Membangun (IDM).
“Berdasarkan data IDM sejak DD digelontorkan, jumlah desa mandiri meningkat. Dari 174 menjadi 6.238 desa mandiri,” jelasnya.
Sedangkan untuk desa maju, kata Gus Halim, dari sebelumnya 3.068 desa maju, kini menjadi 20.249 desa maju. Bahkan melebihi target RPJMN 2024 yang dipatok 5.000, tapi kini sudah 6.000. Ini menunjukkan bahwa kerja-kerja pemerintahan desa (Pemdes) dengan kondisi yang sebegitu banyak dinamika, berhasil dengan baik.
“Infrastruktur desa juga luar biasa saat ini setelah digulirkan dana desa,” ucapnya.
Setelah sembilan tahun UU Desa berjalan, banyak dinamika dipandang perlu untuk segera dicarikan solusinya. Diantaranya terkait pola hubungan kades dengan perangkat desa, dan pemanfaatan DD. Dimana ada yang menginginkan diberikan kewenangan penuh kades untuk melakukan improvisasi.
“Kesejahteraan kades yang meminta dana operasional. Alhamdulillah diloloskan oleh Pak Presiden pada 2023 ini. Kemudian pertanggung jawaban penggunaan DD yang diharapkan lebih simpel,” tandasnya.
Ditambahkan, Kemendes PDTT sudah meminta bantuan dan pendampingan dari BPKP agar tiga persen dari pemanfaatan ini tidak dibuat ad-cost pertanggung jawabannya.
“Namun dibuatlah lumpsum, karena ini operasional pemdes,” pungkasnya.(sam)