Ogah Disanksi, Pemdes Campurejo Tolak Bagikan SPPT PBB P2

Kades Campurejo, Edi Sampurno.

Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari

Bojonegoro – Pemerintah Desa (Pemdes) Campurejo, Kecamatan Kota, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menolak membagikan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (SPPT PBB P2) yang diserahkan oleh Pemerintah Kecamatan setempat. Musababnya pihaknya ogah dikenai sanksi gara-gara wajib pajak ada yang belum bayar.

Pasalnya, pendistribusian ini dikaitkan dengan adanya sanksi jika tidak terjadi pelunasan PBB P2 100 %. Padahal, pembagian kitir itu sebetulnya hanya merupakan tugas bantuan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro.

Kepala Desa (Kades) Campurejo, Edi Sampurno mengatakan, sesuai dengan fungsi dan tugasnya selaku pelayan masyarakat, pihaknya siap untuk memberikan bantuan kepada Pemkab menyampaikan SPPT PBB P2 kepada yang berkewajiban.

“Tetapi karena pemberi tugas yang mulia, yang kami bantu itu memberikan dampak sanksi kepada kami, kepada masyarakat, yang dikaitkan dengan pelunasan PBB P2, itulah yang tidak bisa kami terima,” katanya kepada SuaraBanyuurip.com, Selasa (31/01/2023).

Kitir itu sempat dibawa ke Balai Desa Campurejo melalui staf yang diutus Camat. Namun Kades dua periode ini mengaku menolak menerima berkas kitir. Karena dasarnya jelas, yakni pembayaran PBB P2 jika tidak lunas menimbulkan sanksi kepada Pemdes.

Baca Juga :   Berlinang Air Mata, Sejumlah perangkat Desa Mengadu Ke DPRD Bojonegoro

“Seperti tahun ini. BHPD, BHRD, dan BKD Mobil Siaga tidak bisa ditransfer ke Pemdes Campurejo. La ngapain (Pemkab) kami bantu. Wong itu jelas jelas memberikan sanksi. Tidak memberikan manfaat buat rakyat kami. Ya sudah jalankan sendiri. Silakan sampaikan (SPPT PBB P2) sendiri langsung ke masyarakat,” tandasnya.

Kades ring 1 di wilayah kerja Pertamina EP Sukowati ini menegaskan, telah bekerja sungguh-sungguh menyampaikan SPPT PBB P2 ke masyarakat. Bahkan membantu masyarakat setor PBB P2 ke pihak perbankan, dalam hal ini Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).

Kalaupun ada WP (wajib pajak) yang belum bayar karena mungkin ekonominya belum stabil, lanjut Edi, seharusnya yang dikenai sanksi berupa denda atau sanksi lainnya adalah WP itu sendiri. Bukan malah Pemdes yang disanksi.

“Inilah yang nggak bener. Nggak sesuai aturan. Jadi (oleh karena itu) SPPT tadi dikirim oleh pihak Kecamatan tetapi saya tidak berkenan menerima sebelum klir dana transfer BHPD, BHRD, dan Mobil Siaga yang dikaitkan dengan pelunasan pajak. Jelas to, karuan sudah disanksi kok mau bantu lo gimana,” ujarnya.

Baca Juga :   Pemuka Agama di Bojonegoro Teken Prasasti Guyub Rukun Damai

Pengenaan sanksi kepada Pemdes, dinyatakan berdampak ke fasilitas umum. Karena Bagi Hasil Pajak Daerah (BHPD) dan Bagi Hasil Retribusi Daerah (BHRD) digunakan untuk membiayai program kerja. Mobil Siaga juga untuk masyarakat, bukan untuk dirinya secara pribadi.

“Dana transfer untuk Mobil Siaga itu ada Perbup-nya. Kok dibatalkan pakai surat edaran dinas terkait. Itu nggak nyambung. Tidak ada aturan diatasnya seperti itu. Ada ketidakadilan di sini. Penerima manfaatnya adalah rakyat. Saya punya hak untuk memperjuangkan rakyat,” tegasnya.

Sementara itu, Camat Bojonegoro Kota, Mochlisin Andi Irawan, saat dikonfirmasi secara terpisah tidak memberikan tanggapan. Pesan Whatsapp yang dikirim SuaraBanyuurip.com tidak dibalas hingga berita ini ditayangkan.(fin)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *