Dukung Larangan Ekspor Bijih Bauksit, Pembangunan Smelter BAI Dikebut

Tim Komisi VII DPR RI meninjau Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) PT BAI di Mempawah, Kalimantan Barat. (Foto: Sofyan/sf)

Suarabanyuurip.com – d suko nugroho

Jakarta – Pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery oleh PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI) di Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat telah mencapai 22 persen dan ditargetkan mencapai 80 persen pada akhir tahun 2023. Smelter ini untuk mendukung kebijakan pemerintah terkait larangan ekspor bijih bauksit pada Juni 2023.

Direktur Utama PT BAI Leonard Manurung menjelaskan bahwa pembangunan smelter tersebut sangat progresif. Sebab, pihaknya mendapatkan komitmen yang cukup baik dari konsorsiumnya yaitu Chalieco (China) dan PT PP (Persero).

“Mereka melakukan pekerjaan yang sangat masif dan tentunya ini berkat dukungan dari kita semua secara khusus dari Komisi VII DPR yang mendukung dan mendorong terus sehingga kami bisa melanjutkan proyek ini, dan tentunya proyek ini kita harapkan bisa selesai di kuartal ketiga tahun 2024,” kata Leonard.

Ia meyakini multiplier effect pembangunan ini juga dapat memberikan kemanfaatan ekonomi yang sangat luar biasa besar bagi masyarakat Kalimantan Barat, khususnya Kabupaten Mempawah. Oleh karena, hal itu akan memberikan opportunity yang sangat besar.

“Nantinya akan ada pembukaan lapangan pekerjaan dan kemudian masyarakat sekitar akan terlibat dalam beberapa aktivitas usaha tersebut,” pungkasnya.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman memberikan apresiasi kepada PT BAI atas progres pembangunan proyek smelter, karena sudah sekitar dua tahun proyek ini tertunda pembangunannya.

“Kurang lebih dua tahun pembangunan smelter ini tertunda karena ada perselisihan dalam penanganan proyek EPC (Engineering, Procurement and Construction) dari smelter ini, yaitu antara pihak Chalieco (China) dan PT PP (Persero),” kata Maman saat diwawancarai Parlementaria, usai Tim Panja Bauksit melakukan Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspik) Komisi VII DPR RI di Smelter Grade Alumina Refinery, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat, Kamis (10/02/2023).

Legislator Fraksi Partai Golkar itu menjelaskan bahwa maksud kehadiran Tim Panja Bauksit ke PT BAI adalah untuk memantau bagaimana smelter PT BAI bisa segera terjadi akselerasi percepatan realisasi pembangunan smelter. Ia menegaskan akselerasi ini dibutuhkan dalam rangka untuk mengejar tenggat waktu Juni 2023 sudah tak diperbolehkan lagi untuk ekspor mineral, salah satunya adalah bauksit.

“Tentunya hal ini akan memiliki konsekuensi-konsekuensi terhadap perekonomian di daerah, berarti mau tidak mau konsekuensinya adalah smelter-smelter yang sudah direncanakan itu harus segera terealisasi. Syukur alhamdulilah hasil temuan kita di lapangan proyek yang hampir dua tahun lalu baru 12 persen pembangunannya, setelah melakukan rapat maraton dengan pihak terkait sekarang progresnya sudah bisa kita nyatakan bergerak kembali,” ungkap Maman dikutip dari Parlemantaria.

Presiden Jokowi sebelumnya menegaskan, hilirisasi bahan-bahan tambang dapat memicu surplus neraca perdagangan Indonesia. Dicontohkan, seperti pelarangan bijih nikel dari Rp20 triliun dapat naik signifikan lebih dari Rp300 triliun.

“Sehingga neraca perdagangan kita sudah 29 bulan selalu surplus, yang sebelumnya selalu negatif, selalu defisit neraca berpuluh-puluh tahun kita. Baru 29 bulan yang lalu, kita selalu surplus. Ini, ini yang kita arah,” ujarnya.(suko)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *