Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Warga masyarakat terdampak proyek strategis nasional Bendungan Karangnongko yang tinggal di Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, kembali menyuarakan keinginannya untuk direlokasi. Alih-alih mendapat keputusan yang adil, Bupati Bojonegoro justru terkesan mengamuk kepada para warga.
Ketua Forum Masyarakat Desa Ngelo Bersatu (FMDNB), Sugianta mengaku, tersinggung dan kecewa pada ucapan Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah. Pasalnya, bukannya mendapat keputusan yang melegakan, pihaknya malah merasa tertekan.
“Kami ini rakyat kecil. Bukannya dapat solusi kami malah merasa tertekan. Karena disampaikan dengan nada tinggi, kesannya ibu bupati malah mengamuk. Ini menimbulkan ketersinggungan bagi kami,” ucap Sugianta usai menghadiri undangan rapat dari PU SDA di ruang Tribuana Tunggadewi, Rabu (17/05/2023).
Pria yang ditokohkan oleh masyarakat di Dusun Ngelo, Jeruk, dan Matar ini merasa belum mendapat kepastian yang jelas. Bahkan pihaknya menjadi semakin kebingungan. Persoalannya, karena sebelumnya bupati pernah mengatakan telah berkirim surat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Namun ternyata hari ini Bupati Anna menyampaikan bahwa surat itu ditolak.
“Hati ini belum merasa plong. Padahal warga ini menginginkan lokasi di situ (kawasan hutan). Jadi warga masih bingung. La tadi beliau (bupati) kesannya kok malah membuat pernyataan yang membuat ketakutan warga. Wong belum ada jaminan kepastian untuk kami kok katanya tanah mau diukur,” tandasnya.
Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Desa Ngelo Bersatu, Sugianta.
© 2023 suarabanyuurip.com/Arifin Jauhari
“Kalau ibu bupati katakan jangan ada bedol desa. Itu oke, karena kami inginnya di lokasi terdekat atau di kawasan hutan. Kami ini inginnya masyarakat mendapatkan solusi, kalau KLHK menolak kawasan yang kami inginkan, terus langkahnya pemerintah kabupaten ini ke mana?. Justru kami diminta memutuskan nasib kami sendiri, ini membingungkan, tadi tidak ada solusi sama sekali,” lanjutnya.
Ucapan Bupati Anna Mu’awanah dimaksud, disampaikan dalam pertemuan dengan perwakilan warga Desa Ngelo di gedung Pemkab lama. Hadir dalam agenda ini, pimpinan DPRD Bojonegoro, Abdulloh Umar, Hj. Mitroatin, Sukur Priyanto, perwakilan BPN, Perhutani, Cabang Dinas Kehutanan, Camat Margomulyo, Kades Ngelo, Sekda, Asisten II, konsultan masyarakat Desa Ngelo Agus Susanto Rismanto, dan para pihak terkait lainnya.
Dalam rapat, bupati perempuan pertama di Bojonegoro ini mengatakan, bahwa pihaknya telah berupaya lebih awal membuat surat untuk penggunaan kawasan hutan ke KLHK, tetapi ditolak dengan berbagai pertimbangan. Anna juga menyebutkan jika dia tidak ingin ada bedol desa. Alasannya, karena di saat Bendungan Karangnongko jadi, di situ ada manfaat ekonomi warga yang tumbuh.
Konsultan Masyarakat Desa Ngelo, Agus Susanto Rismanto.
© 2023 suarabanyuurip.com/Arifin Jauhari
“Kalau Bapak rapat ke sana kemari, ke kementerian, ini malah memperpanjang persoalan, bukan mencari solusi. Salah. Solusinya adalah, maksud saya tolong ikut tim untuk mengukur. Baru mengukur, belum menghitung, belum. Apalagi eksekusi. Kalau Bapak ke kementerian dulu, ke DPR dulu, itu tambah panjang Pak. Tidak akan selesai. DPRD juga mendukung Bapak dengan Perda APBD. Teknis wilayah eksekutif. Saya jadi DPR kok, tiga periode. Pemerintah bangun apa selesai APBN ya sudah kami lepas. Bukan kami terus ngawasi, ngawal, apalagi minta diajak sosialisasi, nggak ada itu aturannya,” kata dia dalam nada meninggi.
Sementara itu, konsultan masyarakat Desa Ngelo, Agus Susanto Rismanto menilai, pernyataan Bupati Anna secara teori menolak bedol desa itu betul dan masuk akal. Karena masyarakat juga tidak ingin bedol desa. Hanya saja, bupati dianggap tidak menyediakan solusi teknis masyarakat Desa Ngelo mau di kemanakan.
“Nah ini kan persoalan. Masyarakat ingin di lahan hutan, tetapi Perhutani tidak mau. Saya tegaskan ini tidak boleh top down. Harus egaliter. Relokasi yang dimau warga kan bukan bedol desa. Mereka ingin hidup di wilayah sekitar proyek. Tidak meninggalkan akar peradaban di sana. La kalau tidak bedol desa itu bagaimana? itu masalahnya. Jadi sekarang ini nol. Tidak ada solusi, tidak ada kesimpulan. Kami kecewa,” tegas pria yang akrab disapa Gus Ris.(fin)