Tak Mau Kerja Keras, Suami Digugat Istri

Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, H. Sholikin Jamik.
Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, H. Sholikin Jamik.

SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari

Bojonegoro — Pasca lebaran Idul Fitri 1445 Hijriyah, banyak istri di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur melayangkan gugatan cerai kepada suaminya. Alasan dominan yang mendasari konon karena suami dianggap tidak mau bekerja keras.

Panitera Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Bojonegoro, H. Sholikin Jamik mengatakan, seolah menjadi semacam tradisi, ada dua momentum yang menjadi trend angka ajuan perceraian. Yakni setelah lebaran dan tahun baru.

“Pasca lebaran kami buka (pendaftaran cerai) mulai tanggal 16,17, 18, dan 19 setengah hari itu ada masuk 134 perkara,” katanya kepada Suarabanyuurip.com, Selasa (23/04/2024).

Dari jumlah pendaftar, diketahui trendnya tidak turun malah naik. Rata-rata para pihak yang mengajukan cerai baik penggugat maupun tergugat didominasi oleh pekerja urban di kota-kota besar. Pada saat mereka pulang kampung ada masalah keluarga.

“Nah sebelum mereka (penggugat) balik ke kota, mereka terlebih dahulu mendaftarkan gugatannya,” ujarnya.

Jika melihat pendaftar cerai, persoalan yang paling mendasari ialah masalah rendahnya tingkat pendidikan sehingga berakibat kurangnya kemampuan menghadapi permasalahan kehidupan yang melahirkan kondisi kemiskinan.

Dalam analisa Sholikin, kebanyakan pekerja pabrik di kota metropolitan dan megapolitan memiliki impian yang besar tetapi pendapatan yang masuk jumlahnya minim.

“Sehingga tidak berimbang, karena keinginan besar tetapi pendapatannya kecil, ini kontra kondisi yang sering terjadi,” bebernya.

Yang sering terjadi ialah keinginan lebih banyak melawan kebutuhan. Padahal, menurut pria yang menjadi salah satu petinggi Muhammadiyah di Bojonegoro ini, hal terpenting dalam membangun rumah tangga yang baik itu berdasarkan adanya kebutuhan, dan bukan keinginan.

“Dari jumlah (134) tadi yang terbanyak didominasi oleh istri gugat cerai suami, angka ini trendnya selalu meningkat, sehingga perlu diwaspadai untuk diedukasi supaya terjadi penurunan,” ungkapnya.

Adapun masalah terbesar melatarbelakangi gugatan para istri yang menjadi kewaspadaan ialah kesadaran para istri perihal hak dan kewajibannya. Masalah terbesar kedua adalah kurang tanggung jawabnya suami kepada istri.

“Jadi masalah utamanya, kebanyakan suami yang digugat itu ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang cepat, namun tidak mau bekerja keras,” tandasnya.(fin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *