SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Bojonegoro – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menggagas pembangunan Kawasan Cepu Raya (KCR). Target dari gagasan tersebut adalah menjadikan Kawasan Cepu Raya sebagai center daya simpul kegiatan perekonomian daerah pinggiran dari beberapa kabupaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Pratikno kemudian menyampaikan dua hal penting yang menjadi latar belakang munculnya gagasan pembangunan Kawasan Cepu Raya. Pertama, kawasan kegiatan perekonomian tidak identik dengan kawasan pemerintahan. Ibukota bagi pembangunan ekonomi tidak sama dengan ibukota pemerintahan.
Capu, lanjut Praktikno, meski levelnya kecamatan, namun sejak zaman Belanda sudah menjadi motor bagi kegiatan ekonomi berkelas dunia. Hal itu ditandai dengan adanya industri minyak, berdirinya lembaga pendidikan yang sangat kuat sampai sekarang bernama STM Migas – sekarang bernama Akamigas, bandara, dan bahkan lapangan golf.
“Namun yang jadi pertanyaannya adalah dengan infrastruktur zaman Belanda yang begitu kuat, industri perminyaan, fasilitas yang begitu elit, apa manfaatnya bagi ekonomi masyarakat ? Itu yang selalu jadi pertanyaan,” kata Pratikno kepada suarabanyuurip saat pulang kampung di Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, pekan terakhir April 2024 kemarin.
Kedua, Pratikno menjelaskan, bahwa batas-batas pembangunan ekonomi tidak bisa dibatasi dengan batas-batas wilayah pemerintahan. Ia mencontohkan, masyarakat di Kecamatan Tambakrejo, Purwosari, Ngambon, dan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro selama ini banyak melakukan kegiatan ekonomi di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Mulai dari belanja, layanan dokter dan rumah sakit, berwirausaha dan kegiatan ekonomi lainnya.
“Jadi kita tidak bisa layanan maupun kegiatan ekonomi dibatasi dengan kawasan pemerintahan. Nah, Cepu itu kalau kita tempatkan pada sebuah titik, dalam tanda petik ibukota kawasan pembangunan ekonomi dan kegiatan ekonomi, wilayahnya tentu saja mencakup Kabupaten Blora, Kabupaten Bojonegoro, bisa masuk sebagian Ngawi seperti daerah Getas dan lain-lain; Randublatung dan lain-lain, bahkan juga selain Bojonegoro juga masuk Tuban di antaranya timurnya Kasiman,” tutur Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Cepu, kalau konsep cepu raya sebagai sebuah gagasan, itu bagaimana Cepu menjadi center daya simpul dari kegiatan perekonomian daerah pinggiran Kabupaten Ngawi, pingiran Kabupaten Bojonegoro dan pinggiran Kabupaten Blora,” lanjutnya.
Pratikno kemudian memberikan sebuah ilustrasi Desa Dolokgede. Secara administratif, Desa Dolokgede masuk wilayah Kecamatan Tambakrejo, namun dekat dengan Kecamatan Ngambon, Ngasem dan Purwosari. Dolokgede juga merupakan desa yang paling jauh dengan semua ibukota kecamatan, bahkan 18 kilometer dari ibukota Kecamatan Tambakrejo.
“Tapi dari dulu saya ingin memberikan contoh bahwa kegiatan perekonomian, pendidikan, kewirausahaan, olahraga, tourisme tidak harus menyatu dengan ibukota. Dolok ini desa yang jauh dari mana-mana, tapi GOR kita baik dan bagus, lapangan sepakbola kita standart nasional, rumputnya top, ada kolam renang juga standart. Kita jadikan bermacam kegiatan, dimana bukan hanya orang kecamatan, bahkan orang dari mana-mana datang ke sini,” tuturnya.
“Sama saja kalau kita tempatkan Dolokgede ini adalah sebuah desa yang dalam tanda petik ibukota dari beberapa kecamatan, Cepu itu kecamatan yang bisa menjadi ibukota dari beberapa kabupaten sebagai sebuah kegiatan ekonomi tanpa harus menjadi ibukota pemerintahan. Ibukota kegiatan ekonomi, ibukota pelayanan publik, ibukota pendidikan, ibukota kewirausahaan,” lanjut Pratikno.
Pratikno menyatakan telah berkomunikasi dengan berapa kabupaten merealiasikan kawasan cepu raya, termasuk mendukungan pembangunan infrastruktur. Seperti Kabupaten Bojonegoro telah membangun jembatan Terusan Bojonegoro – Blora (TBB) yang menghubungkan antara Ngraho dengan Ngloram, pembangunan jalan dari Randublatung ke arah Ngawi. Semua pembangunan itu dilaksanakan tanpa melihat batas-batas kabupaten.
Selain infrastruktur, tambah Pratikno akan ada investasi besar untuk pembangunan pabrik methanol untuk mendukung Kawasan Cepu Raya (KCR).
“Rencana akan ada investasi ke arah situ. Tapi yang penting bukan hanya investasi berbasis kapital intensif sama teknologi intensif, bukan hanya padat modal dan padat teknologi, tapi kita juga butuh invetasi yang padat karya yang membutuhkan produk-produk masyarakat lokal,” pungkasnya.
Bupati Blora, Arief Rohman menyatakan terus mematangkan konsep Cepu Raya gagasan Mensesneg Pratikno. Di antaranya memaksimalkan akses transportasi di Stasiun Cepu, mengusulkan memperbanyak sertifikasi vokasi untuk PPSDM, Perhutani, dan juga BUMN lainnya yang berada di kawasan Cepu Raya.
“Kalau semua potensi-potensi itu dimaksimalkan, kami yakin ini akan mempercepat roda perekonomian daerah beberapa kabupaten pinggiran dua provinsi,” tandasnya Mas Arief, panggilan akrabnya.(suko)