Petani Sekitar GPF JTB Berhasil Atasi Ancaman Gagal Panen Jagung Bersama PEPC

Petani jagung sekitar Gas JTB
Para petani jagung sekitar GPF JTB saat panen bareng bersama dengan para pemangku kepentingan.

SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari

Bojonegoro — Para petani jagung sekitar Gas Processing Facility (GPF) Jambaran – Tiung Biru (JTB) yang berpusat di Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur berhasil mengatasi ancaman terjadinya gagal panen akibat faktor iklim.

Hal itu dibuktikan dengan gelaran panen jagung hasil progam pengembangan masyarakat (PPM) dari Pertamina Eksplorasi dan Produksi Cepu (PEPC). Pengelola ladang gas JTB yang berkapasitas penuh sebanyak 192 juta kaki kubik per hari ini menggandeng lembaga non pemerintah, Alas Institute untuk mendampingi para petani setempat.

Panen jagung bareng yang dihelat di lahan kursus tani Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngasem ini dihadiri oleh JTB Site Office & PGA PEPC Zona 12, Edy Arta, Administratur Perhutani KPH Bojonegoro, Juwanto, beserta jajaran BKPH Clangap, Pengurus Dekopinda Bojonegoro, serta diikuti oleh anggota LMDH dan kelompok tani pesanggem.

JTB Site Office & PGA PEPC Zona 12, Edy Arta mengatakan, bahwa PEPC pada tahun 2024 ini memiliki tiga PPM, salah satunya bermitra dengan Alas Institute berupa program Petani Hutan Jambaran-Tiung Biru yang terfokus pada pemberdayaan bidang pertanian di area Gas Processing Facility di Bandungrejo.

“Selain bidang pertanian, program ini juga menekankan pencapaian pada pengembangan ekonomi kerakyatan melalui wadah koperasi berbasis masyarakat petani hutan dengan kreasi dan inovasi unit usaha di sektor riil untuk meningkatkan kesejahteraan petani,” kata Edy Arta dalam keterangan tertulis kepada Suarabanyuurip.com, Sabtu (29/06/2024).

Panen jagung bareng yang terlaksana pada Jumat (28/06/2024) itu dikatakan sebagai salah satu wujud keberhasilan program pendampingan pertanian dengan metode pengendalian hama terpadu. Mengingat lahan yang ditanam merupakan lahan tadah hujan dan dalam kondisi kekurangan air karena minimnya intensitas hujan.

“Kami berharap program ini dapat berkontribusi terhadap perubahan kebiasaan petani dalam membakar semak dan sisa hasil panen demi keamanan dan keselamatan bersama khususnya di area GPF,” ujarnya.

Sedangkan Administratur Perhutani KPH Bojonegoro, Juwanto, berterimakasih kepada PEPC dan Alas Institute sebagai mitra pendamping masyakarat karena dengan adanya program ini, para petani pesanggem dapat merasakan manfaat positif melalui pendampingan dan kursus tani sampai dengan keberhasilan panen jagung di lahan praktek kali ini.

“Kami mengapresiasi upaya pendampingan pertanian dengan metode pendekatan penggunaan bahan pertanian organik,” ungkap Juwanto.

Ini karena selain dapat menjaga ekosistem lingkungan hutan, juga dapat menekan ketergantungan pada penggunaan pupuk dan obat-obatan berbahan kimia.

Apalagi ketersedian pupuk sangat terbatas dan mahal, ditambah secara regulasi penggunaan pupuk subsidi tidak dialokasikan di dalam kawasan hutan.

Perhutani KPH Bojonegoro menyatakan siap mendukung dan membuka seluas-luasnya potensi kerja sama khususnya bagi para petani di kawasan hutan berkaitan dengan pengelolaan lahan hutan melalui Kemitraan Kehutanan Perhutani (KPP) dan Kemitraan Kehutanan Perhutani Produktif (KKPP).

“Terlebih kelompok tani hutan di sini sudah memiliki wadah produktif berupa Koperasi Rimba Tani yang telah dibentuk melalui program ini. Tentu hal ini akan sangat strategis disamping juga akan mengembangkan usaha di sektor riil,” tuturnya.

Sementara itu, Tenaga Ahli Pertanian dari Alas Institute, Pasiran memaparkan, dalam dunia pertanian, satu hal krusial yang harus diperhatikan di awal adalah memastikan kondisi kesuburan tanah. Salah satunya dengan menjaga mikroba tanah, penggunaan herbisida secara masif dapat membunuh mikroba tanah sehingga berdampak pada kesuburan tanah dan tanaman itu sendiri.

Kegiatan pendampingan pertanian melalui kursus tani ini sangat bermanfaat untuk petani ke depannya. Petani mendapatkan pengetahuan terkait hama dan cara mengatasinya, bagaimana menghilangkan secara pelan-pelan ketergantungan penggunaan pupuk dan obat-obatan berbahan kimia.

“Panen jagung bareng ini merupakan hasil dari proses penanaman dan pengamatan yang sudah dilakukan selama lebih dari 8 kali pertemuan, di mana setiap minggunya petani melakukan pengamatan pada tanaman jagung,” tandas Pasiran.(fin)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *