SuaraBanyuurip.com – Kesadaran Warga Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, untuk menjaga lingkungan kian tinggi. Program Si Imut My Darling yang digulirkan Pertamina EP Cepu (PEPC), operator Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru (JTB) jadi pendorongnya.
Si Imut My Darling adalah singkatan dari Integrasi Ikan Magot Unggas dan Ternak Bersama Masyarakat Sadar Lingkungan. Program ini sebagai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan pemberdayaan ekonomi lokal dari sampah rumah.
Program Si Imut My Darling yang dilaksanakan Pertamina EP Cepu di Desa Sendangharjo, ini berangkat dari beberapa permasalahan. Diantaranya tingginya sampah organik yang dihasilkan dari rumah tangga dan ketiadaan bank sampah.
Berdasarkan data Desember 2023, jumlah sampah organik yang dihasilkan tiga pasar tradisional desa di Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro sebesar 1.800 Kg. Sementara produksi sampah domestik non-B3 di Lapangan JTB sebesar 23.800 Kg.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Pertamima EP Cepu bersama masyarakat kemudian melaksanakan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat sadar lingkungan, pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pengelolaan Bank Sampah, dan penerapan Biokonversi BSF (Black Soldier Fly).
“Selain mendukung aksi global untuk mengurangi emisi, program ini juga berkontribusi terhadap pencapaian Sustainable Development Goals utamanya tujuan 8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi dan tujuan 12 Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab,” kata SM Relations Fitri Erika dikutip dari laman SKK Migas.
Program tersebut, lanjut Erika, diawali dari Gerakan pilah sampah yang dilakukan BSM-KH (Bank Sampah Mandiri Keluarga Harapan). Sampah organik dikembangkan menjadi budidaya maggot dengan teknologi alami lalat black soldier flay yang menghasilkan pakan ternak dan pupuk.
Dari program tersebut, menghasilkan dampak lingkungan berupa 23 ton sampah dikelola, 17,4 ton sampah organik dimanfaatkan menjadi media budidaya maggot, dan 340 Rumah tangga melakukan pemilahan sampah secara mandiri.
“Program ini juga menghasilkan dampak ekonomi Rp 4,7 juta/bulan omset penjualan magot dan olahan maggot, Rp 3,5 juta/bulan penghematan operasional kendaraan pengangkut sampah dengan memanfaatkan hasil olahan sampah plastik dengan mesin pyrolysis dan Rp 47,9 pendapatan bank sampah dalam enam bulan,” jelas Erika.
Selain meningkatkan keadaran warga masyarakat dalam pengelolaan sampah domestik, Erika menambahkan, bahwa program ini juga memberikan dampak perbaikan kesejahteraan warga dimana terdapat 22 pengelola bank sampah mendapatkan peluang usaha melalui budidaya maggot, ikan, ternak, ayam KUB, operator mesin fast pyrolysis, dan budidaya bebek petelur.
“Dari program ini, 340 kepala keluarga ikut menabung dan memilah sampah sampah rumah tangga untuk membayar pajak bumi dan bangunan,” pungkas Erika.