Menteri ESDM Sebut 90 Persen Lifting Minyak Indonesia Dikuasai ExxonMobil dan Pertamina

Lapangan Migas Banyu Urip Blok Cepu.
Lapangan Minyak Banyu Urip, Blok Cepu, di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, yang dikelola EMCL menyumbang 25 persen dari total produksi minyak nasional.(arifin jauhari)

SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari

Bojonegoro — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebutkan, total lifting minyak di Indonesia 90 persen dikuasai oleh PT. Pertamina Persero dan ExxonMobil. Ini terjadi di tengah terjadinya penurunan produksi minyak.

“Total lifting kita 90 persen dikuasai oleh dua perusahaan (ExxonMobil dan Pertamina),” kata Bahlil Lahadalia di Jakarta dalam keterangan tertulis dikutip Suarabanyuurip.com, Rabu (18/12/2024).

Diketahui, produksi minyak di Indonesia makin menurun dari tahun ke tahun. Tercatat, kata Bahlil, produksi minyak Indonesia hanya mencapai 600.000 barel per hari (bph). Bagian terbesar dari itu yakni sebesar 65 persen dari capaian tadi adalah hasil kinerja PT Pertamina Persero.

Kemudian produksi minyak terbesar kedua lanjut Bahlil, berasal dari ExxonMobil sebesar 25 persen, lalu sisanya dari perusahaan lain. Sehingga total liftingnya sebanyak 90 persen hanya dikuasai dua perusahaan tersebut.

“Situasi ini harus disikapi dengan serius karena penurunan produksi yang sangat tajam, pada 1995 produksi minyak mencapai 1,5 juta bph dan konsumsi 600 bph,” ujar Bahlil.

Sementara kondisi saat ini, konsumsi mencapai 1,6 juta bph, sehingga harus ditutup dengan impor. Jumlah konsumsi terbesar dari keadaan ini ialah transportasi sebesar 49 persen dan 30 persen dikomsumsi oleh industri.

Jika posisi yang terjadi tetap seperti itu, menurut dia, yang terjadi neraca perdagangan Indonesia menjadi terganggu, baik terganggunya neraca devisa, terganggunya neraca pembayaran, hingga terganggunya program Presiden Prabowo pada kedaulatan energi dan hilirisasi.

Untuk itu, kata Petinggi Partai Golkar ini, perlu adanya koordinasi dengan Kementerian Investasi yang dipimpin oleh Rosan Roeslani agar produksi minyak dapat ditingkatkan. Maka kemudian dibutuhkan RDMP (Refinery Development Master Plan) dari pihak terkait dimaksud. Ia sampaikan itu berkenaan RDMP di Kaltim (Kalimantan Timur) untuk dicek.

“Begitu RDMP gak selesai-selesai impornya naik terus,” tandas Bahlil.(fin)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait