SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Sejumlah desa sekitar lapangan minyak Kedung Keris (KDK), Blok Cepu dan lapangan gas Jambaran Tiung Biru (JTB) yang diusulkan sebagai desa penghasil dan desa ring satu maupun ring dua masih menunggu surat persetujuan penetapan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turun.
Tak kunjung turunnya izin Kemendagri karena pengajuan izin dari Jawa Timur cukup banyak. Yakni mencapai 1.500 pengajuan dari beberapa daerah. Sehingga sebabkan usulan desa penghasil migas belum ditetapkan, karena pengajuan izin di Kemendagri antre.
“Dari jumlah yang diajukan pada akhir tahun 2024 lalu, baru 500 persetujuan atau izin Kemendagri turun,” kata Kepala Bagian Hukum (Kabag Hukum) Pemkab Bojonegoro, Teguh Wibowo, kepada Suarabanyuurip.com, Kamis (23/01/2025).
Sementara untuk Kabupaten Bojonegoro sampai saat ini masih belum turun. Sebab Kemendagri bukan hanya mengurus izin dari Jawa Timur saja, akan tetapi seluruh Indonesia. Sehingga Bojonegoro harus antre terlebih dahulu dengan daerah lain.
“Mayoritas daerah di Indonesia saat ini dijabat oleh Pj, sehingga secara tahapan untuk pengajuan izin regulasi harus melalui izin Kemendagri terlebih dahulu,” katanya.
Dia mengatakan, komunikasi terakhir dari Kemendagri karena banyak antrean. Namun apabila nanti sudah turun sejumlah desa terdampak aktivitas lapangan minyak KDK dan lapangan gas JTB segera ditetapkan.
“Harapannya semua cepat tuntas regulasi turun, sehingga bisa segera ditetapkan baik desa penghasil migas dan kawasan desa ring satu maupun ring dua,” tandasnya.
Kepala Desa (Kades) Sukoharjo, Kecamatan Kalitidu, Sulistyawan mengatakan, berencana mengajukan kembali Sukoharjo menjadi desa penghasil migas. Sebab sampai saat ini dari Kabupaten Bojonegoro belum ada perkembangan mengenai penetapan desa penghasil.
“Kami sejak 2020 lalu sudah mengajukan desa penghasil, tercatat sudah empat kali. Kalau tahun ini belum ditetapkan bakal mengajukan kembali,” katanya.
Sementara itu, Kades Kaliombo, Kecamatan Purwosari, Rohmad Edi Suyanto mengaku, sebelumnya tidak mengetahui terkait desanya diajukan sebagai desa penghasil gas karena terdampak operasi JTB.
“Kami hanya mendengar dan tidak mengusulkan Kaliombo sebagai desa penghasil gas. Tapi setelah mengetahui Kaliombo diusulkan sebagai perwakilan desa cukup senang,” katanya.(jk)