SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Bojonegoro – Komisi A DPRD Bojonegoro, Jawa Timur, melakukan kunjungan kerja ke Desa Desa Sumengko, Kecamatan Kalitidu, untuk mendengarkan aspirasi masyarakat terdampak akibat penutupan kilang minyak mini milik PT Tri Wahana Universal (TWU), Jumat (24/8/2018).
Pascaberhentinya operasi kilang mini milik Saratoga Group sejak akhir Januari 2018 itu telah memunculkan dampak sosial masyarakat. Mulai dari bertambahnya pengangguran, terlambatnya pembayaran pajak bumi bangunan (PBB) oleh masyarakat karena menurunnya ekonomi, hingga gulung tikarnya usaha kecil seperti warung makan, jasa kos-kosan.
“Ini sangat merugikan pemerintah desa. Pelaksanaan pembangunan di desa menjadi terganggu karena warga tidak bisa membayar pajak. Ekonomi mereka menurun drastis,” ujar salah satu perangkat desa setempat, Karnadi saat menyampaikan aspirasi.
Keluh kesah juga disampaikan Karang Taruna Sumengko. Kalangan pemuda itu mengungkapkan, penutupan kilang minyak mini telah menambah jumlah pengangguran.
Pemerintah desa dan warga terdampak berharap Pemkab dan DPRD Bojonegoro melakukan upaya agar kilang minyak mini bisa beroperasi lagi.
Menanggapi keluhan tersebut, Sekretaris Komisi A DPRD Bojonegoro, Donny Bayu Setiawan menyesalkan penutupan kilang minyak mini TWU. Sekalipun demikian Komisi dewan yang membidangi masalah hukum dan pemerintahan itu tidak dapat berbuat banyak karena kegiatan tersebut B to B (bisnis to bisnis).
“Artinya itu murni pertimbangan ekonomis yang disebabkan karena minyak yang diambil dari mulut Sumur Banyuurip, Blok Cepu dan akan akan diolah PT TWU, harganya naik sebesar ICP plus 5,5 US$,” kata Sekretaris Komisi A DPRD Bojonegoro, Donny Bayu Setiawan saat melakukan kunjungan ke Desa Sumengko.
Komisi A bersama Pemkab dan BUMD Bojonegoro, PT Bojonegoro Bangun Sarans (BBS), jelas Donny, sapaan akrabnya,sudah berkoordinasi dengan Dirjen Migas di Kementerian ESDM, terkait kemungkinan beroperasinya kembali kilang minyak di Bojonegoro selaku Daerah Penghasil.
“Kita tidak tinggal diam terkait permasalan ini. Kami akan terus berjuang agar kilang ini bisa beroperasi lagi,” tegasnya.
Terkait pengangguran, Komisi A berharap masyarakat tidak hanya mengandalkan Migas. Pihaknya mendorong mendorong dan mendukung berbagai bentuk pelatihan kewirausahaan pemuda dan masyarakat.
“Diharapkan ketika kelak proyek migas sudah selesai, masyarakat masih bisa terus bertahan dengan kegiatan wirausaha yang mereka miliki,” tuturnya.
Untuk diketahui, penghentian produksi ini disebabkan karena adanya kenaikan bahan baku minyak mentah dari Banyuurip sebesar US $ 6 per barel berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 4028 K/12/MEM/2017 tanggal 21 November 2018, tentang Formula Harga Minyak Mentah Indonesia untuk Jenis Minyak Mentah Banyuurip.
Harga itu mengakibatkan bisnis TWU tidak ekonomis, oleh karena itu manajemen terpaksa harus menghentikan kegiatan produksi.
Sebelumnya, TWU mendapatkan harga sesuai ICP Arjuna minus US$ 0,5 per barel. Setelah terbitnya Kepmen ESDM itu hargnya menjadi ICP Arjuna plus US$ 5,5 per barel pada titik serah di Floating Storage and Offloading ( FSO) Gagak Rimang di lepas Pantai Palang Tuban, Jawa Timur.
Selama ini jumlah minyak mentah yang diproduksi TWU sebanyak 6000 barel per hari. Minyak tersebut diolah menjadi empat jenis yakni High Speed Diesel (HSD), Straight Run Gasoline (SRG), VTB/LSWR oil, dan Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO).
Penghentian produksi kilang mini ini merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya pada 18 Januari 2016 silam, TWU juga menghentikan kegiatannya karena persoalan yang sama.(suko)