Juli 2021, APBD Bojonegoro Baru Terserap 23 Persen

19713

SuaraBanyuurip.com -  d suko nugroho

Bojonegoro – Serapan APBD Bojonegoro, Jawa Timur per 22 Juli 2021 baru mencapai 23,59%. Dari pos belanja di 70 organisasi perangkat daerah (OPD) sebesar Rp 6,204 triliun, dan baru terealisasi Rp 1,463 triliun.

Dari data yang diperoleh suarabanyuurip.com, pos anggaran besar yang serapannya rendah diantaranya adalah Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang. Dari anggaran belanja sebesar Rp 1,533 triliun baru terealisasi Rp 174,59 miliar atau 11,38%.

Kemudian, pos belanja di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sebesar Rp 1,115 triliun, dan terserap Rp 286,49 miliar atau 25,68%.

Sementara pos belanja yang serapannya paling rendah adalah Bagian Pemerintahan. Dari anggaran Rp 3,495 miliar, baru terealisasi Rp 210,85 juta, atau 6,03%. Disusul Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian dari anggaran Rp 157,714 miliar, terserap Rp 10,193 miliar atau 6,46%.

Kemudian, Bagian Pengadaan Barang/Jasa dari pos belanja Rp 1,524 miliar, terserap Rp 142,787 juta, atau 9,37%. Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya, dari pos belanja Rp 604,703 miliar, baru terserap 57,193 miliar atau 9,46%.

Sedangkan serapan pos belanja tertinggi di Dinas Kesehatan. Dari anggaran Rp 381,055 miliar, terealisasi Rp 172,658 miliar, atau 45,31%.

Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jatim, Dakelan menilai rendahnya serapan APBD yang baru mencapai 23,95% hingga melewati pertengahan Juli 2021 ini menandakan buruknya pengelelolaan keuangan yang dilakukan Pemkab Bojonegoro.

“Seharusnya di bulan ini realisasi anggaran minimal sudah mencapai 40-50%,” ujarnya kepada suarabanyuurip.com, Sabtu (24/7/2021).

Menurut Dakelan, jika serapan anggaran tidak segera dimaksimalkan, dikhawatirkan realisasi APBD Bojonegoro hingga akhir tahun nanti hanya bisa mencapai 80%. Sehingga akan memunculkan tingginya sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (SiLPA).

“Jika SiLPA tinggi tentu yang dirugikan masyarakat Bojonegoro,” tegasnya.

Apalagi, kata Dakelan, pada masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini diperlukan intervensi program dari pemerintah daerah untuk membantu memulihkan ekonomi masyarakat. Sehingga pos-pos anggaran seperti bantuan sosial, kesehatan, dan insentif bagi UMKM serapannya harus digenjot.

“Ini akan sangat membantu dan dibutuhkan masyarakat,” tandasnya.

Dakelan menjelaskan ada beberapa penyebab rendahnya serapan APBD Bojonegoro ini. Di antaranya, lambatnya serapan anggaran di pos belanja pengadaan barang dan jasa, dan ketakutan dari OPD untuk melakukan serapan karena adanya regulasi baru yang harus disesuaikan akibat pandemi Covid-19.

“Juga lemahnya kontrol di internal pemkab, dalam hal ini Bupati sebagai kepala daerah, dan DPRD. Seharus DPRD bisa melakukan evaluasi progres serapan anggaran untuk mengetahui masalah yang dihadapi dan kemudian mencari solusi bersama-bersama,” tandasnya.

Oleh karena itu, dia menyarankan kepada Pemkab Bojonegoro untuk segera merumuskan strategi agar serapan APBD Bojonegoro bisa lebih maksimal dan tidak terjadi SiLPA tinggi di akhir tahun.

“Bupati harus lebih memperkuat kontrol internal. Juga perlu memberikan punishment bagi OPD yang serapan anggarannya rendah dan memberikan reward bagi yang serapannya tinggi,” pungkasnya.

Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) Bojonegoro, Nurul Azizah menyampaikan penyerapan anggaran sampai saat ini mencapai 25 % karena proyek fisik belum terserap. Dipastikan apabila proyek fisik (infrastruktur) sudah selesai maka sarapan anggaran bisa maksimal.

“Insyaallah di akhir tahun bisa terealisasi maksimal,” pungkas Sekretaris Daerah Bojonegoro ini.(suko)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *