SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bojonegoro, Jawa Timur mempertanyakan kinerja organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup pemerintah kabupaten (Pemkab), karena sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) APBD 2021 mencapai Rp 2,3 triliun. Tingginya silpa menunjukkan kinerja OPD lambat.
Ketua Umum PC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bojonegoro Herri Siswanto mengatakan, penyerapan APBD yang rendah menunjukkan kinerja OPD merealisasikan program kerja belum maksimal. Tentu sangat merugikan masyarakat karena pembangunan terhambat.
“Akibat rendahnya serapan APBD akan membuat besaran silpa yang tinggi,” katanya, Jumat (7/1/2021).
Dia mengatakan, pada 2019 lalu silpa tertinggi atau di urutan pertama di Indonesia adalah Kabupaten Bojonegoro sekitar Rp 2,3 triliun. Kemudian di urutan kedua Kota Surabaya sekitar Rp 1,2 triliun, dan disusul Kota Palu mencapai Rp 997 miliar.
“Data itu berdasarkan DJPK Kemenkeu per 8 Juli 2020 lalu. Dan kini silpa Bojonegoro diperkirakan kembali menembus Rp 2,3 triliun,” kata lelaki asal Kecamatan Sumberrejo itu.
Menurut dia, ada banyak variabel yang menyebabkan tingginya besaran silpa di Bojonegoro di antaranya keterlambatan transfer dari pemerintah pusat dan lambatnya kinerja OPD. Sebab, tugas OPD merealisasikan turunan dari visi misi bupati dan wakil bupati terutama di Bojonegoro.
Maka, dengan kembali membengkaknya silpa APBD Bojonegoro, perlu ditanyakan bagaimana kinerja masing-masing OPD selama 2021 lalu. Sebab, jika serapan anggaran OPD minim dan silpa mencapai Rp 2,3 triliun yang menjadi permasalahan adalah kinerja dari masing-masing OPD.
“Bupati selaku pimpinan tertinggi, yang mempunyai visi misi lalu diturunkan ke masing-masing rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPMJD) untuk segera mengevaluasi OPD,” tegas Herri.
Sebelumnya, Anggota Badan Anggaran (Banggar) Lasuri mengatakan, bertambahnya silpa juga karena penyerapan anggaran OPD yang rendah. Sehingga, menunjukkan OPD Pemkab Bojonegoro kurang maksimal mengeksekusi kegiatan di tahun sebelumnya.
“Saya belum tahu detail OPD yang serapannya rendah. Karena belum ada laporan. Rencananya pada 12 Februari Banggar akan menjadwalkan TAPD untuk klarifikasi terkait serapan 2021,” kata politisi dari fraksi partai amanat nasional (PAN) itu.
Dia menambahkan, seringnya mutasi dan kekosongan kepala dinas juga menjadi penyebab kinerja OPD Pemkab Bojonegoro tidak maksimal. Sehingga, semenjak 2019 atau dua tahun terakhir, silpa di Bojonegoro selalu mencapai Rp 2 triliun.(jk)