Suarabanyuurip.com – Teguh Budi Utomo
Tuban – Meski membutuhkan waktu hingga empat bulan, namun jajaran Reskrim Polres Tuban, Jatim akhirnya menangkap RAS (19 tahun) asal Palang, Kabupaten Tuban karena diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak, Minggu (13/11/2022) malam.
Kini pemuda asal desa di pesisir pantai utara (Pantura) Tuban itu, ditahan di markas Polres untuk menjalani pemeriksaan atas perbuatannya. Penahanan tersebut melegakan keluarga korban, Indri (bukan nama sebenarnya) yang masih berumur 15 tahun.
“Kasus dari Palang ini tetap kita lanjut ke proses hukum,” tegas Kasat Reskrim Polres Tuban, AKP Gananta, saat dikonfirmasi Suarabanyuurip.com, Selasa (15/11/2022) siang.
Ia tambahkan, saat ini pelaku yang kemarin ditangkap di rumahnya itu, tengah menjalani pemeriksaan dalam kasus (kekerasan seksual-Red) yang ditengarai dilakukannya. Pihak Polres menjamin perkara tersebut bakal lanjut hingga proses hukum tuntas.
“Kami mengapresiasi langkah hukum yang dilakukan jajaran Reskrim dan UPPA (Unit Perlindungan Perempuan dan Anak) Polres Tuban dengan menangkap pelaku KS (kekerasan seksual), penangkapan tersebut melegakan keluarga klien kami,” kata Lawyer LBH KP Ronggolawe Tuban, Muhammad Chusnul Chuluq SH secara terpisah.
Menurut Chuluq, begitu advokat itu akrab disapa, sebelum ditangkap pelaku acapkali mengancam Indri dan keluarganya agar tak melapor ke polisi. Aksi teror tersebut, diantaranya, berupa akan menyebarkan foto bugil korban saat terjadi KS ke media sosial, akan menyantet korban dan keluarganya, dan mengaku kebal hukum karena memiliki banyak kolega di kepolisian dan pejabat di Tuban.
Tak tahan dengan ancaman bertubi-tubi akhirnya keluarga korban pada tanggal 29 Juli 2022 melapor ke jajaran Polres Tuban. Mereka juga mengadukan problema yang menimpanya ke LBH KP Ronggolawe, pada 5 September 2022 lalu.
“Kepastian hukum yang diberikan Polres Tuban dalam kasus KS ini melegakan kami sebagai kuasa hukum, pendamping korban, dan keluarga korban,” papar Chuluq.
Ia nilai, hal tersebut sebagai implementasi jaminan perlindungan bagi korban sesuai amanat UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan UU 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ini juga membuktikan tak ada pelaku kekerasan seksual yang kebal hukum.
Setelah menerima pengaduan Tim Advokasi KP Ronggolawe beberapa kali melakukan visiting, dan konseling bersama Psikolog terhadap korban. Rangkaian kegiatan pendampingan pun dilakukan oleh lembaga tersebut.
Trauma Berat
Ihwal terjadinya kasus KS yang menimpa Indri bermula, ketika satu malam RAS mencongkel jendela kamar Indri. Di bawah ancaman bakal dibunuh bila berteriak dari pelaku, terjadilah KS terhadap anak perempuan seusia kelas sembilan SMP tersebut.
Lawyer Muhammad Chusnul Chuluq bersama jajaran KP Ronggolawe tengah mendiskusikan kasus kekerasan seksual di kantornya.
© 2022 suarabanyuurip.com/Ist/sbu
Sebelum pergi dengan melompat jendela dari rumah berdinding kayu ukuran 6×6 meter persegi berlantai semen itu, sang pemuda kembali mengancam akan membunuh korban jika mengadu kepada keluarganya maupun polisi.
Beberapa hari kemudian, RAS memaksa Indri untuk menemuinya di lapangan desa setempat. Setelah bertemu ia dipaksa pelaku meminum es dalam bungkus plastik, tak lama berselang kepalanya pusing lalu tak sadarkan diri.
Setelah tersadar, Indri baru menyadari jika telah kembali menjadi korban KS dari pelaku. Akibat perbuatan dan ancaman pelaku, korban mengalami ketakutan dan trauma yang sangat berat.
Sejak peristiwa tragis yang menimpanya, korban susah tidur, kaget dan was-was jika mendengar bunyi kayu atau benda keras sejenisnya. Ia takut keluar rumah sendiri, kepala pusing, setiap pergi sekolah seakan-akan dibuntuti pelaku, tertekan dan tatapan kosong jika berbicara.
“Saat ini korban telah mendapatkan layanan psikologi dari Ibu Indartik (Psikolog Klinis) di Tuban,” ujar Direktur KP Ronggolawe, Tsuwarti, saat dikonfrontir secara terpisah.
Dibekuknya pelaku merupakan tahapan pertama dari rangkaian proses penanganan hukum. Tahapan pendampingan selanjutnya akan lebih berat, karena harus memastikan keberanian korban, keluarga korban, dan saksi korban dalam menghadapi proses persidangan. Termasuk pula memastikan terpenuhinya hak-hak korban dalam keputusan sidang, sembari memberikan penguatan dan pemulihan kepada korban untuk kembali menjadi pribadi anak perempuan yang ceria, bahagia, pemberani, tegas tanpa adanya penyesalan dan ketakutan.
“Penyelesaian kasus KS membutuhkan proses panjang, karena dampaknya bagi korban dan keluarganya sangat kompleks,” pungkas Tsuwarti. (tbu)