SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Delapan siswa korban pencabulan yang dilakukan guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Bojonegoro , Jawa Timur harus mendapatkan pendampingan psikis agar tidak trauma. Hal tersebut, disampaikan salah satu anggota Kopri PKC PMII Jawa Timur.
Sekbid Kaderisasi Kopri PKC PMII Jatim, Rizkun Navi’a Darojah menyarankan kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Bojonegoro memberikan pendampingan psikis kepada korban pencabulan agar tidak terjadi trauma berkepanjangan.
“Hal ini dikhawatirkan jika anak yang menjadi korban tidak mau lagi untuk bersekolah, jadi sangat bahaya,” katanya, Sabtu (23/3/2024).
Selain memberikan pendampingan kepada korban, Rizkun Navi’a melanjutkan, peran orang tua juga sangat penting. Orang tua juga bisa menjadi sahabat bercerita anak apabila mereka mempunyai masalah sekecil apapun sehingga berani bercerita kepada orang tuanya.
“Orangtua harus proaktif dalam menanggapi masalah anak. Dengan adanya kasus ini orang tua yang berani melaporkan tindak pencabulan tanpa adanya rasa takut adanya intimidasi dari pelaku dan sekolah,” katanya kepada suarabanyuurip.com.m
Rizkun Navi’a juga menyarankan setiap sekolah harusnya mensosialisasikan stop bullying hingga kekerasan kepada siswa, guru dan orang tua. Cara ini bisa menjadi alternatif untuk mencegah terjadinya hal serupa dan lainnya di tingkat sekolah.
“Kalau bisa Dinas Pendidikan Bojonegoro dan Kemenag mewajibkan setiap sekolah melakukan sosialisasi bullying, kekerasan, dan pencabulan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Polres Bojonegoro telah menahan MM (23), guru honorer MI terduga pelaku pencabulan delapan muridnya. Dari keterangan pelaku kepada penyidik, pencabulan dilakukan di asrama sekolah ketika korban sedang tidur. Pelaku juga mengancam dan memberikan uang tutup mulut Rp 50.000 kepada para korbannya.
Akibat perbuatannya, pelaku tersangka dikenakan sangkaan pasal 82 ayat 1, 2 jo pasal 76 E UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang RI no 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang RI no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Tersangka juga diancam pidana penjara 15 tahun dan denda 5 miliar. Sementara itu, tenaga pendidik akan ditambah 1/3 tuntutan. Dan/atau pasal 6 huruf c jo pasal 4 ayat 1 huruf b, ayat 2 huruf b undang-undang no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.(jk)