Suarabanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Proyek Pengembangan Lapangan Unitisasi Gas Jambaran-Tiung Biru (JTB) tahun 2023 ini masuk penghitungan dana bagi hasil (DBH) migas. Namun, proyek gas yang berada di Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur itu produksinya masih rendah.
“Produksi gas JTB dan minyak di Lapangan Banyu Urip tentu hasilnya berbeda jauh,” kata Kabid Perimbangan dan PAD lainnya Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bojonegoro Achmad Suryadi.
Dia mengatakan, proyek JTB yang dikelola PT Pertamina EP Cepu (PEPC) yang merupakan anak usaha dari PT Pertamina Hulu Energi sebagai Subholding Upstream sudah berproduksi. Per akhir tahun 2022 untuk prognosa liftingnya mencapai 988,05 barel dan 2,71 mpbd.
“Mulai tahun ini produksi gas JTB sudah masuk penghitungan DBH migas,” katanya, Jumat (6/1/2023).
Dia mengatakan, untuk harga jual minyak mentah mahal dibandingkan gas bumi. Namun, meski begitu potensi alam ini juga dapat menambah pendapatan daerah untuk Pemkab Bojonegoro.
“Karena migas sendiri sangat membantu keuangan terutama bagi Pemkab Bojonegoro,” katanya.
JTB ditargetkan bisa produksi puncak 192 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Pada akhir tahun 2022 kemarin, produksinya baru mencapai kisaran 70 MMSCFD.
Sebagai informasi, DBH gas bumi yang akan diterima Bojonegoro persentasenya lebih besar dibanding DBH minyak. Berdasarkan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, pembagian DBH Gas Bumi adalah 69,5% untuk Pemerintah Pusat dan 30,5% untuk Pemerintah Daerah. Pada Pasal 19 ayat 2 dan 3 UU itu, dari 30,5% jatah pemerintah daerah dibagi lagi dengan rincian, 12% untuk Kabupaten/Kota penghasil (Bojonegoro), 12% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan, 6% provinsi yang bersangkutan, dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.
Sementara DBH minyak, pembagiannya, 84,5% untuk Pemerintah Pusat dan 15,5% untuk Pemerintah Daerah. Dari jatah Pemerintah Daerah sebesar 15,5% tersebut dibagi dengan rincian, 3% dibagikan untuk Provinsi yang bersangkutan, 6% Kabupaten/Kota penghasil, 6% untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.(jk)