Suarabanyuurip.com – Teguh Budi Utomo
Tuban – Bupati Tuban, Jatim, Aditya Halindra Faridzky, dinilai massa Pemuda Pancasila (PP) Tuban menggunakan dana APBD tahun 2022 menyalahi peraturan perundang-undangan. Selain itu dianggap mandul dalam menggunakan dana tersebut untuk proyek strategis, sehingga pengerjaannya tak rampung sesuai jadwal.
Sedangkan proyek-proyek tahun 2022 yang tak rampung, diantaranya, pembangunan Rest Area senilai Rp8,3 miliar, taman sisi utara Alun-alun kota (Rp1,9 miliar), Gedung Olahraga (GOR) Ranggajaya Anoraga (Rp8,9 miliar), dan patung Letda Sucipto yang dibongkar saat ada kegiatan Pemkab Tuban bersama Bank Jatim.
Sedangkan data lapangan menyebut ada proyek pembangunan obyek wisata pantai Boom Tuban senilai Rp2,5 miliar, dan sejumlah titik jalan di wilayah desa yang belum rampung pengerjaannya.
Hal itu mengemuka saat massa PP Tuban menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Tuban di sisi selatan Alun-alun Tuban, Selasa (10/01/2023). Aksi yang menggegerkan itu diikuti puluhan pemuda yang mayoritas beratribut hitam dan merah tersebut.
“Banyak peraturan perundang-undangan yang dilanggar pemerintah daerah, ada dugaan kesengajaan untuk menghilangkan aset negara,” tegas Kordinator Lapangan (Korlap) aksi, Chanif Muhayat, dalam orasinya di depan pintu ,masuk Pemkab Tuban tersebut.
Mereka tak bisa masuk ke kompleks Kantor Bupati, karena pintu ditutup dan dijaga puluhan Polisi dari jajaran Polres Tuban dan Satpol PP Pemkab Tuban. Mereka berorasi di atas mobil pickup dengan massa memadati jalan.
Sedangkan peraturan perundang-undangan yang telah dilanggar, oleh Pemkab Tuban yang dipimpin Bupati Aditya Halindra Faridzky itu, diantaranya, PP nomor : 16 tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, dan Permen PU nomor : 45 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
Termasuk pula UU nomor: 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, PP nomor: 28 tahun 2020 tentang Perubahan atas PP nomor: 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Permenkeu nomor: 83/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara dan Permenkeu nomor: 111/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
Mengutip pers rilis yang disebar kepada jurnalis, tokoh PP Tuban Wawan Purwadi menyatakan, Pemda Tuban tidak menerapkan manajemen bangunan gedung dengan baik. Selain itu Dinas terkait hanya memenuhi hasrat politik Bupati yang terlalu arogan.
“Perencanaan pembangunan tidak sesuai dengan regulasi PP 16 tahun 2021 tentang peraturan pelaksanaan Undang-undang 28 tahun 2002 dan Peraturan Menteri PU nomor: 45/PRT/M2007 tentang pedoman teknis pembangunan gedung negara dan draf revisinya,” tegas Wawan Purwadi.
Kondisi tersebut juga dipicu oleh sikap DPRD Tuban yang lalai dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Oleh sebab itu PP memerekomendasikan, kaji ulang pelaksanaan anggaran tahun 2022 untuk pelaksanaan anggaran tahun 2023 dengan cermat.
PP meminta pemerintah daerah harus transparan dalam pelaksanaan anggaran sesuai UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sehingga tercipta inklusi dan akuntabilitas sosial denhan baik. Selama ini di beberapa titik proyek pembangunan tidak terdapat papan nama proyek.
“Hal itu bisa dinilai pelaksanaan pembangunan terkesan mengabaikan partisipasi masyarakat,” paparnya.
Aksi heroik massa PP tak berhasil bertemu Bupati Aditya Halindra Faridzky. Dikabarkan ia sedang ada kegatan di Malang. Massa ditemui oleh Staf Ahli Bidang Pemerintahan Pemkab Tuban, Yudi Irwanto, dan Kepala Dinas PU Tuban Agung Suriyadi.
“Sesuai peraturan pengerjaan proyek yang belum tuntas di akhir tahun anggaran 2022, masih diberi toleransi meneruskan pekerjaan hingga 50 hari,” kata Yudi Irwanto.
Kendati demikian, rekanan pemborong tetap diberi denda seper 1.000 dari nilai proyek per hari. Pemkab akan mengambil tindakan terhadao rekanan sesuai prosedur dan paraturan perundang-undangan.
Ia tambahkan, aspirasi dari massa PP Tuban akan disampaikan kepada pimpinan untuk dilakukan tindak lanjut.
“Kalau terlambat menyelesaiakan proyek, masih ada toleransi waktu hingga 50 hari, tapi rekanan tetap harus membayar denda terhadap keterlambatan yang dilakukannya,” kata Agung Supriyadi. (tbu)