Inilah Makna Imlek Bagi Warga Keturunan Tionghoa di Bojonegoro

Aktifitas warga keturunan Tionghoa di Klenteng Bojonegoro dalam menyambut perayaan Imlek.

Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari

Bojonegoro – Persiapan perayaan Imlek atau biasa dikenal dengan sebutan Tahun Baru China 2023 mulai terlihat di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Berbagai pernak pernik khas berwarna merah mulai dipasang dari rumah hingga kelenteng. Sejumlah warga keturunan Tionghoa mengungkapkan tradisi ini sarat makna.

Salah satu warga keturunan Tionghoa, Gandhi Koesmianto menuturkan, bahwa tradisi Imlek di kabupaten penghasil migas masih dilestarikan oleh para warga keturunan. Namun, pelaksanaan tradisi ini, kembali pada kesadaran pribadi masing-masing.

“Imlek nantinya ini tahun 2574 bertepatan tanggal 22 Januari 2023 Masehi,” tuturnya kepada SuaraBanyuurip.com, Kamis (19/01/2023).

Menurut pedagang emas ini, warga tionghoa ada yang merayakannya sebagai keyakinan agama. Tetapi ada pula yang memaknainya secara budaya. Bahkan ditinjau dari sisi budaya, khususnya dalam perayaan Imlek di Bojonegoro terjadi saling pengaruh dengan kearifan lokal setempat.

Pengaruh budaya lokal ini membuat perayaan Imlek di Bojonegoro tidak sama persis dengan budaya asalnya dari negeri tirai bambu. Dan bahkan tak hanya disambut oleh para warga keturunan saja. Melainkan sudah menjadi bagian dari budaya Bangsa Indonesia, khususnya di Bojonegoro.

Ketua Yayasan Klenteng Hok Swei Bio Bojonegoro, Liem Hwat Hok.
© 2023 suarabanyuurip.com/Arifin Jauhari

“Untuk saya secara pribadi, Imlek ini adalah peringatan kelahiran Nabi Konghucu. Karena ini berkaitan dengan keyakinan saya,” ujarnya.

Dijelaskan, bahwa jika dihitung dari kelahiran Nabi Khonghucu ini pada 551 tahun sebelum Masehi ditambah 2023, maka tahun ini tahun baru jatuh pada tahun 2574. Selain secara keyakinan, Imlek juga dimaknai secara budaya.

“Karena warga Tionghoa di Bojonegoro saat ini menganut keyakinan atau agama yang berbeda-beda. Tak hanya Khonghucu saja. Dalam makna budaya, tentu sudah ada percampuran dengan budaya lokal,” jelasnya.

Sementara itu, salah satu warga keturunan lainnya, Gunawan, memaknai Imlek sebagai budaya. Sebagai tradisi yang turun temurun, dia juga turut merayakan. Sehingga altar sembahyang untuk menghormati kedua orang tua yang telah meninggal juga disiapkan di rumah.

“Imlek ini secara budaya, dulunya juga merupakan sebuah perayaan oleh para petani di negeri China untuk menyambut musim semi,” katanya.

Tokoh masyarakat Tionghoa Bojonegoro, Ghandi Koesmianto (kiri) dan Gunawan (kanan).
© 2023 suarabanyuurip.com/Arifin Jauhari

Pada perkembangan selanjutnya, Imlek juga bermakna perayaan ungkapan rasa syukur warga Tionghoa untuk segala pencapaian rezeki dan seluruh hal baik yang telah diperoleh pada tahun sebelumnya.

“Ketika perayaan ini dilaksanakan, juga disambut baik masyarakat umum. Karena bisa bermanfaat, misalnya secara ekonomi. Sebab yang menjual pernak-pernaik Imlek kan tidak hanya warga keturunan Tionghoa saja,” ungkapnya.

Terpisah, Ketua Yayasan Klenteng Hok Swei Bio Bojonegoro, Liem Hwat Hok menyatakan, telah melakukan sejumlah persiapan. Salah satunya dengan membersihkan klenteng dam benda-benda suci, merawat altar, dan memasang pernak pernik, lampion salah satunya.

“Sistem keamanan juga kami siapkan untuk ruang ibadah berkapasitas 170 orang. Kami akan laksanakan sembahyang tutup tahun besok Sabtu sore 21 Januari 2023. Dilanjutkan dengan kirab barongsai di hari Minggunya,” ucapnya.(fin)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *