Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pengelolaan keuangan Desa Deling, Kecamatan Sekar, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Nety Herawati, batal mengajukan eksepsi. Sehingga sidang dinyatakan ditunda oleh Majelis Hakim. Hal ini mengemuka dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya, Rabu (15/02/2023) kemarin.
Diketahui, Terdakwa Nety Herwati, adalah Kepala Desa (Kades) Deling, Kecamatan Sekar. Dia dihadapkan ke meja hijau dalam perkara dugaan korupsi keuangan Desa Deling bidang pembangunan fisik Tahun Anggaran 2021.
Sidang yang dilangsungkan secara online ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim A.A. Gede Agung Parnata, S.H., C.N. Bersama 2 Hakim Anggota, Fiktor Panjaitan, S.H., M.H., dan Alex Cahyono, S.H., MH. Dan Panitera Pengganti Agus Widodo, S.H., M.H. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara ini Tarjono, S.H.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro, Reza Aditya Wardana menuturkan, bahwa Terdakwa maupun Penasihat Hukum (PH) tidak mengajukan eksepsi sehingga sidang dinyatakan ditunda oleh Majelis Hakim.
“Agenda sidang kemarin itu tanggapan dari terdakwa atas dakwaan penuntut umum. Namun pihak Terdakwa batal mengajukan eksepsi. Sidang ditunda untuk dilanjutkan Rabu 22 Februari 2023 minggu depan dengan agenda pemeriksaan saksi,” tuturnya kepada SuaraBanyuurip.com, Kamis (16/02/2023).
Terpisah, PH Terdakwa Nety Herawati, Ratna Indah Pristiwati, SH., MH. membenarkan bahwa pihaknya tidak mengajukan eksepsi. Karena menurutnya eksepsi itu kaitannya hanya di kewenangan mengadili. Sehingga berkenaan isi dakwaan, pihaknya menyebut tidak bisa eksepsi.
Advokat asal Madiun ini mengungkapkan, JPU dalam dakwaannya mengasumsikan bahwa Terdakwa melakukan perbuatan korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Atas hal ini dia katakan tidak perlu ada eksepsi. Melainkan langsung ke pembuktian.
“Karena bagaimanapun beliau (Nety) kan sudah jadi terdakwa ya. Jadi untuk itu kan perlu pembuktian. Dari situ nanti kita buktikan apakah dakwaan Jaksa itu benar atau tidak di persidangan,” ungkapnya.
Ratna mengaku, memiliki bukti-bukti dan mempunyai saksi-saksi yang dinilai meringankan. Selain itu, dia belum tahu dasar pelaporan yang membuat kliennya menjadi tersangka. Misalnya apakah karena audit, ataukah karena laporan pihak ketiga, ataupun kedua-duanya.
“Karena memang saya mendampingi beliau (Kades Nety) ketika sudah ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian dilimpahkan ke pengadilan. Di awal-awal kami tidak tahu dasarnya apa. Makanya kami mengikuti,” terangnya.
Kemudian mengenai sidang selanjutnya, dia telah memohon kepada Jaksa agar sidang dapat dilaksanakan secara luar jaringan (luring) atau off line. Sejumlah kendala disebut muncul dalam sidang secara on line. Seperti gangguan koneksi dan kesulitan koordinasi langsung dengan pihak terdakwa. Sebab harus lewat layar monitor.
“Kalau terdakwa bisa dihadirkan secara tatap muka atau off line, ketika dihadapkan saksi atau bukti beliaunya kan langsung bisa memeriksa bersama kami. Pertimbangannya seperti itu. Saya masih menunggu konfirmasi dari Pak Jaksa ini,” ucapnya.
Dikonfirmasi perihal permintaan PH Terdakwa tersebut, Kasi Intel Reza Aditya Wardana mengatakan, bahwa adanya permintaan itu terkonfirmasi benar.
“Betul ada permintaan seperti itu, tapi kita masih menunggu petunjuk pimpinan,” bebernya.(fin)