Suarabanyuurip.com – Ahmad Sampurno
Blora – Warga di Kawasan Wonorejo, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah antusias mengikuti pendaftaran sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai. Mereka berbondong-bondong mendaftar di Pendapa Kantor Kecamatan Cepu, Selasa (28/2/2023).
Antusiasme warga ini setelah puluhan tahun terjadi konflik agraria di lokasi tersebut. Warga merasa lega dan tersenyum bahagia, setelah mendapat kepastian hukum atas tanah yang mereka tempati selama puluhan tahun.
Seperti diketahui, kawasan Wonorejo terbagi dalam tiga kelurahan. Yakni Wonorejo dan Tegalrejo Kelurahan Cepu; Jatirejo Kelurahan Karangboyo; dan Sarirejo Kelurahan Ngelo.
“Lega, Mas. Sudah puluhan tahun menunggu dan berjuang,” kata Basuki, 64 tahun, warga Jatirejo Kelurahan Karangboyo, usai melakukan pendaftaran.
Pria baya itu mengaku menguasai lahan sekira 96 meter persegi. “Kalau tidak salah 8 meter x 12 meter,” katanya.
Hal senada disampaikan Dedy Santoso, warga Jatirejo Kelurahan Karangboyo. Menurut dia, keputusan ini menjadi solusi yang baik. Meski sempat terjadi penolakan dari warga, lantaran ada poin dalam klausul kerja sama yang tidak disepakati.
“Warga hari ini sangat antusias. Lega juga, setelah perjuangan begitu lama,” jelasnya.
Sementara itu, Kapala Badan Pengelolaan Pendapatan Kekayaan dan Asset Daerah (BPPKAD) Blora, Slamet Pamudji, menjelaskan proses HGB dan Hak Pakai ini, merupakan tindak lanjut dari keputusan menteri ATR/BPN Hadi Tjahyono yang datang ke Cepu pada tahun 2022 lalu.
Stelah melalui serangkaian proses yang cukup panjang, hari ini dilakukan tahapan pendaftaran bagi warga yang menghendaki HGB atau Hak Pakai. proses akan diselesaikan hingga tanggal 9 Maret 2023.
“Tanggal 10 Maret 2023 nanti, dijadwalkan hadir. Berapapun akan coba diselesaikan, 100 atau 200. Sampai Presiden datang,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa HGB dan Hak Pengelolaan diproses melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
“Ada program PTSL di kawasan Wonorejo tahun ini,” kata Mumuk sapaan akrabnya.
Dia melanjutkan, skema kerja sama ini ada biaya yang harus dikeluarkan. Yakni sebesar 3,33 persen dari nilai NJOP, serta adanya nilai penyesuaian, yaitu terkait kegunaan untuk bidang ekonomi atau tempat tinggal.
“Istilahnya tarif pemanfaatan. Bukan biaya sewa,” ujarnya.
Nominalnya, kata dia, bervariatif antara pemohon satu dengan yang lain. Ada yang gratis dan bisa sampai puluhan juta rupiah.
“Gratis ini, diberikan kepada mereka yang miskin dan masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS),” jelas Mumuk.
Lebih lanjut Mumuk menyampaikan bahwa proses pendaftaran tersebut tidak berhenti sampai tanggal 9 Maret 2023.
“Tapi kami akan melakukan pendaftaran lanjutan sampai selesai. Entah satu bulan sekali atau seminggu sekali akan ada tim datang ke Cepu untuk melayani warga,” ungkapnya.(ams)