Suarabanyuurip.com – d suko nugroho
Jakarta – Pemerintah melakukan transformasi pendistribusian Liquefied Petroleum Gas atau LPG 3 Kg agar tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat miskin. Subsidi LPG 3 Kg pada APBN 2023 mencapai Rp117,85 triliun. Subsidi ini memiliki porsi terbesar dibandingkan dengan subsidi BBM dan listrik.
Transformasi subsidi LPG tabung 3 Kg ini sesuai amanat Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi. Subsidi yang selama ini masih berbasis komoditas nantinya akan menjadi berbasis orang/penerima manfaat atau tepat sasaran. Pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
Sebagai tindak lanjut amanat Presiden tersebut, sejak 1 Maret 2023, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan PT Pertamina (Persero) telah melakukan registrasi atau pendataan konsumen pengguna LPG 3 Kg, sebagai bagian dari Program Pendistribusian LPG 3 Kg Tepat Sasaran. Sosialisasi program ini terus dilaksanakan melalui berbagai saluran, antara lain secara daring dengan mengundang penyalur (agen) dan sub penyalur (pangkalan).
“Subsidi yang tepat sasaran akan sangat bermanfaat bagi masyarakat miskin ataupun masyarakat yang rentan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya,” kata Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Laode Sulaeman ketika membuka Sosialisasi Transformasi Subsidi LPG 3 Kg Tepat Sasaran Tahap III di Gedung Ibnu Sutowo, Senin (8/5/2023). Sosialisasi diikuti oleh lebih dari 2.800 penyalur (agen) dan sub penyalur (pangkalan) di 77 kabupaten/kota di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi.
Laode menyampaikan, pemerintah telah menetapkan LPG Tabung 3 Kg sebagai barang penting yang hanya diperuntukkan bagi rumah tangga untuk memasak, usaha mikro untuk memasak, nelayan sasaran dan petani sasaran. Hal itu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di antaranya Keputusan Menteri ESDM No 37.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Petunjuk Teknis Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran dan Keputusan Dirjen Migas No. 99.K/MG.05/DJM/2023 tentang Penahapan Wilayah dan Waktu Pelaksanaan Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran.
Ditegaskan Laode, untuk tahun 2023 ini hanya akan dilakukan pendataan atau pencocokan data konsumen pengguna LPG tabung 3 kg. Selanjutnya, mulai 1 Januari 2024, hanya konsumen yang telah terdata saja yang boleh membeli LPG tabung 3 kg.
“Kami harapkan semua pihak mendukung pelaksanaan transformasi pendistribusian isi ulang LPG tabung 3 kg agar tepat sasaran,” ujarnya.
Perwakilan Direktorat Logistik dan Infrastruktur PT Pertamina (Persero), Susi Aryani mengatakan, Pertamina sebagai badan usaha yang menerima penugasan penyediaan dan pendistribusian LPG tabung 3 kg, memiliki tanggung jawab yang besar untuk memastikan kelancaran penyediaan dan pendistribusian LPG 3 kg. Untuk tahun 2023, kuota LPG 3 kg yang ditetapkan cukup menantang yaitu sebesar 8 juta metrik ton, termasuk cadangan 500.000 metrik ton. Namun, melihat kondisi ekonomi pasca pandemi Covid-19 yang semakin membaik, Pertamina berharap kuota LPG 3 kg tersebut dapat disalurkan secara optimal.
“Optimal artinya kita dapat menyalurkan LPG 3 kg kepada masyarakat yang berhak atau tepat sasaran,” tambahnya.
Pihaknya juga mengharapkan dukungan dari penyalur (agen), sub penyalur (pangkalan) dan masyarakat agar implementasi program ini dapat terlaksana dengan baik di lapangan.
“Untuk itu, semua kendala yang muncul di lapangan, kami harapkan dapat segera dikomunikasikan agar bisa dicarikan solusi yang terbaik,” kata Susi seraya mengingatkan pentingnya menjaga kondisi penyaluran LPG 3 kg agar tetap kondusif.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Subsidi Bahan Bakar Migas Christina Meiwati Sinaga memaparkan, dasar hukum penyediaan dan pendistribusian LPG 3 kg adalah UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, PP Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas, PP Nomor 30 Tahun 2009 (Revisi PP 36/2004), Perpres Nomor 104 Tahun 2007 jo Perpres 70/2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian & Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg dan Perpres Nomor 38/2019 jo Perpres 71/2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian, & Penetapan Harga LPG untuk Kapal Penangkap Ikan Bagi Nelayan Sasaran dan Mesin Pompa Air Bagi Petani Sasaran.
Selain itu, Permen ESDM Nomor 28 Tahun 2008 tentang Harga Jual Eceran LPG Tabung 3 Kg untuk Keperluan Rumah Tangga dan Usaha Mikro, Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2009 jo Permen ESDM Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyediaan & Pendistribusian LPG, Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan Liquefied Petroleum Gas, Kepmen ESDM Nomor 37.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Petunjuk Teknis Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran Peraturan Menteri dan Keputusan Dirjen Migas Nomor 99.K/MG.05/DJM/2023 tentang Penahapan Wilayah dan Waktu Pelaksanaan Pendistribusian Isi Ulang LPG Tertentu Tepat Sasaran.
“Berdasarkan aturan-aturan tersebut, pengguna LPG 3 kg adalah rumah tangga, usaha mikro, petani sasaran dan nelayan sasaran,” tambahnya.
Pelaksanaan audit dan/atau kajian terhadap penyaluran LPG 3 kg, dilakukan oleh BPK, BPKP dan KPK. Subsidi LPG tahun 2023 ditetapkan Rp117,85 triliun.
“Angka subsidi ini sangat besar sekali. Angka ini dipengaruhi oleh harga jual eceran LPG 3 kg yang tidak pernah naik selama 15 tahun, volume LPG 3 kg, kurs dan harga acuan LPG yaitu CP Aramco yang fluktuatif setiap bulan,” papar Christina.
Berdasarkan data yang dia pegang, realisasi volume LPG 3 kg (PSO) setiap tahunnya menunjukkan peningkatan. Misalnya tahun 2019, realisasinya mencapai 6,84 juta metrik ton, tahun 2020 sebesar 7,14 juta metrik ton. Angka ini naik menjadi 7,46 juta metrik ton tahun 2021 dan tahun 2022 sebesar 7,80 juta metrik ton. Sebaliknya, realisasi LPG non PSO terus turun. Tahun 2019, volumenya mencapai 0,66 juta metrik ton, tahun 2020 sebesar 0,62 metrik ton. Angka ini turun lagi tahun 2021 menjadi sebesar 0,60 metrik ton dan 0,46 juta metrik ton tahun 2022.
“Ini artinya banyak konsumen yang semula menggunakan LPG non PSO, beralih menggunakan LPG PSO. Kami di Ditjen Migas kerap diminta menjadi saksi ahli oleh Kepolisian terkait penyalahgunaan pendistribusian LPG 3 kg, seperti pengoplopasan. Ini salah satu yang menyebabkan meningkatnya realisasi LPG 3 kg. Ditjen Migas dalam pengawasan di lapangan, seperti ke restoran atau cafe, mereka kami temukan tidak menggunakan LPG 3 kg, melainkan non PSO seperti LPG 12 kg atau 50 kg. Hanya saja, sumber LPG ini memang dari agen resmi yang menyalurkan LPG non PSO atau hasil oplosan. Kalau dilihat dari tren realisasi di mana volume LPG non PSO terus menurun, harusnya tidak seperti itu. Ini yang akan kita benahi di tahun-tahun mendatang,” paparnya.
Christina mengungkapkan beberapa penyalahgunaan LPG 3 kg. Antara lain pemindahan isi tabung LPG 3 kg ke LPG non subsidi, penimbunan LPG 3 kg, penjualan LPG 3 kg selain kepada konsumen pengguna, penjualan LPG 3 kg melebihi HET yang ditetapkan Pemda yang dilakukan oleh penyalur/sub penyalur, penjualan/pengangkutan LPG 3 kg ke yang bukan wilayah distribusi penyaluran (lintas Kab/Kota atau wilayah belum terkonversi).
“Juga pengangkutan LPG 3 kg menggunakan kendaraan yang tidak terdaftar di penyalur,” pungkasnya.(suko)