Sebut Pemkab Bojonegoro Punya Hutang Pemdes Ratusan Miliar Rupiah

Ketua AKD Kabupaten Bojonegoro, K.R.A.T, Sudawam (kiri) dan Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Bojonegoro, Sukur Priyanto (kanan).

SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari

Bojonegoro – Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro, Sukur Priyanto mengungkapkan, bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur, memiliki hutang hingga ratusan miliar rupiah terhadap pemerintah desa.

“Pemkab Bojonegoro masih punya hutang sebesar lebih dari Rp200 miliar,” kata Sukur Priyanto kepada SuaraBanyuurip.com, Senin (21/08/2023).

Menurut politikus kawakan itu, Pemkab Bojonegoro mempunyai hutang kepada pemerintah desa (pemdes). Ini dia ketahui, sebab dari Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK). Bahwa terdapat Dana Bagi Hasil Migas (DBH) yang belum terdistribusikan kepada pemdes sekira Rp1,56 triliun.

Sukur menyebut, terjadinya hutang itu karena adanya kurang salur Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2022 sebesar 2,5 persen. Karena pada tahun itu ADD hanya disalurkan sebesar 10 persen. Padahal semestinya jika mengacu ketentuan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 32 Tahun 2015 tentang Pengelolaan ADD, BHPD, dan BHRD Pasal 4,6, dan 8, ADD dialokasikan 12,5 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan DBH Migas sebesar 12,5 persen.

“Kalau kita hitung, 12,5 persen dari Rp1,56 triliun itu sekira Rp195 miliar. Sedangkan kurang salurnya ADD kan 2,5 persen, atau jika dihitung dana setara Rp39 miliar. Maka, total anggaran yang wajib tersedia pada Perubahan APBD 2023 untuk ADD sebesar Rp234 miliar,” bebernya.

Politikus Partai Demokrat ini menandaskan, bahwa ADD merupakan hak desa yang wajib dipenuhi. Apalagi, lanjut Sukur, hak desa untuk mendapat komponen ADD sebesar 12,5 persen dari DBH Migas dan DAU tersebut juga ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Tahun 2010 tentang desa.

“Oleh sebab itu, kami minta Pemkab Bojonegoro dapat memenuhi komponen ADD sebesar 12,5 persen. Karena ini perkara wajib. Jangan sampai melukai hati masyarakat desa karena mengesampingkan Perda dan Perbup yang telah menetapkan hal itu,” ucap dia.

Sementara itu, Ketua Asosiai Kepala Desa (AKD) Kabupaten Bojonegoro, K.R.A.T Sudawam mengaku, telah menyuarakan perihal kurang bayar komponen ADD sebesar 2,5 persen dari 12,5 yang seharusnya diterima, kepada anggota DPRD setempat.

“Itu harus segera dibayarkan ke desa. Selain itu, kami meminta ada kenaikan dalam komponen DBH Migas dari semula 12,5 persen bisa menjadi 20 persen,” ujarnya.

Selain itu, pria yang menjabat Kades Pelem, Kecamatan Purwosari itu juga menyatakan, bahwa Pemkab Bojonegoro tidak boleh menahan atau tidak mencairkan ADD tahap II dengan alasan tidak lunas PBB-P2.

“Kami tegaskan, pemdes kapasitasnya dalam pemungutan PBB-P2 ini hanyalah membantu tugas pemkab. Sehingga kami tidak bisa menerima alasan, jika suatu desa tidak bisa melunasi PBB-P2 maka tidak bisa mencairkan ADD tahap II. (Aturan) Itu harus dihapus,” ungkapnya dalam wawancara cegat kepada SuaraBanyuurip.com.

Karena kegaduhan tersebut selalu berulang setiap tahun, melalui dengar pendapat dengan anggota dewan, Sudawam berharap sejak tahun ini hingga di masa mendatang tidak lagi terjadi ADD tidak cair karena terganjal syarat lunas PBB-P2.

“Apabila Pemkab Bojonegoro tidak merealisasikan pencairan ADD, maka kami akan datang lebih banyak lagi (ke DPRD),” tegasnya.(fin)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *