SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Warga Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mengibarkan bendera setengah tiang. Aksi damai ini dilakukan sebagai bentuk keprihatinan atas kegiatan ground breaking atau peletakan batu pertama pembangunan Proyek Strategis Nasional Bendung Gerak Karangnongko.
Kuasa hukum warga masyarakat Desa Ngelo, Agus Susanto Rismanto, menyayangkan rencana ground breaking yang bakal dihelat pada Rabu, (20/09/2023) besok. Sebab terkesan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo hanya memberikan layanan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro.
“BBWS hanya melayani keinginan para pejabat Pemkab Bojonegoro tanpa melihat secara spesifik keresahan dan nasib warga Ngelo,” kata Gus Ris, sapaan akrabnya, kepada SuaraBanyuurip.com, Selasa (19/09/2023).
Pemkab Bojonegoro pun dinilai sama, tidak peduli dengan nasib warganya sendiri yang terdampak pembebasan lahan bendungan yang berdampak pada wilayah di dua kabupaten, yakni Bojonegoro, Jawa Timur, dan Blora, Jawa Tengah.
Padahal, sebelumnya ada pertemuan antara warga Desa Ngelo dengan Pemkab Bojonegoro yang melahirkan sejumlah kesepakatan.
Kesepakatan pertama, warga yang tidak mau diukur sepakat mengizinkan Tim Satgas A dan Satgas B melaksanakan kegiatannya atas tanah dan aset yang melekat di atasnya terhadap warga yang memang tanahnya bersedia diukur.
Ke dua Bupati Bojonegoro segera mengirimkan surat permohonan kepada Kementerian KLHK tentang rekomendasi titik penetapan lokasi area hutan sebagai ganti lahan warga desa Ngelo yang terdampak Pembangunan Bendungan Karangnongko.
Pada poin pertama kesepakatan tersebut Satgas A telah melakukan pengukuran kurang lebih 23 kepala keluarga (KK) yang bersedia diukur dari 171 KK warga desa Ngelo yang terdampak.
Namun, atas kesepakatan pada tanggal 22 Juni 2023 Bupati Bojonegoro sampai dengan hari ini tidak bersedia memberikan jawaban kepada warga terdampak atas poin kedua kesepakatan yang berisi tentang rekomendasi penetapan lokasi pemukiman warga terdampak di kawasan hutan meskipun warga telah menjalankan kesepakatan pada poin pertama.
Maka dengan fakta-fakta itu, Pemkab Bojonegoro dianggap kembali menciderai kesepakatan yang telah diputuskan secara bersama.
“Kalau aksi ini tidak direspon oleh Pemkab Bojonegoro, kami akan lakukan aksi yang lebih keras dan terukur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tandas Gus Ris.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (DPU SDA) Kabupaten Bojonegoro, Heri Widodo, tidak memberikan tanggapan hingga berita ini ditayangkan.(fin)