SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Bojonegoro – Fraksi Partai Golkar (FPG) DPRD Bojonegoro, Jawa Timur berkomitmen melindungi para petani tembakau dan usaha pertembakauan. Komitmen ini sebagai respon atas keluhan dan keresahan petani tembakau dan usaha pertembakauan terkait pengamanan zat adiktif dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelaksana UU Kesehatan.
Ketua FPG DPRD Bojonegoro, Sigit Kusharyanto menegaskan, petani tembakau dan usaha pertembakauan harus dilindungi, karena mereka telah berkontribusi besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apalagi, Bojonegoro selama ini dikenal sebagai penghasil tembakau virgini terbaik di dunia, dan menanam tembakau sudah dilakukan secara turun temurun.
“Tahun ini petani begitu senang karena harga tembakau tinggi. Dan, tidak mungkin bisa tembaku ini dikonversi menjadi produk lain, kecuali sigaret,” tegas Sigit, sapaan akrabnya, kepada suarabanyuurip.com, Senin (25/9/2023).
Keberadaan usaha pertembakauan, lanjut Sigit, juga mampu mengurangi pengangguran karena menyerap tenaga kerja cukup banyak. Selain itu juga memberikan pendapatan cukup besar bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro melalui Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT).
“Jika sampai RPP UU itu disahkan tentunya banyak yang dirugikan. Petani tidak akan bisa tanam tembakau lagi, pengangguran akan menumpuk, dan daerah akan kehilangan pendapatan,” tegasnya.
Menurut Wakil Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro ini, memasukan pengamanan zat adiktif pada RPP UU Kesehatan dinilai tidak tepat. Sigit menyebut, sampai saat ini belum ada hasil kajian yang menyebutkan zat adiktif pada rokok menyebabkan kematian tertinggi.
“Kecelakaan dan beberapa penyakit seperti diabetes, stroke dan jantung justru menjadi penyebab kematian tertinggi,” tandasnya.
Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bojonegoro dan Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI) juga menolak keras dan keberatan dengan seluruh pasal Pengamanan Zat Adiktif mengenai tembakau dalam RPP Pelaksana UU Kesehatan. Karena sangat tidak adil dan mendiskriminasi semua rakyat termasuk petani yang bekerja di sektor pertembakauan.
“Pengaturan tembakau ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Harusnya pemerintah mempertimbangkannya secara matang, dan tidak memasukan pengamanan zat adiktif dalam aturan tersebut,” tegas Wakil Ketua II APTI Bojonegoro, Imam Wahyudi.
Senada disampaikan Ketua MPSI, Sriyadi Purnomo. Pihaknya juga menolak RPP Kesehatan, jika disahkan maka akan berdampak negatif terhadap masyarakat luas. Diantaranya petani tembakau, pelaku usaha, tenaga kerja, dan tentunya juga negara dan daerah.
“Tentu kami juga menolak, bayangkan kalau itu disahkan dalam satu daerah saja musti akan ada puluhan ribu tenaga kerja menganggur. Selain itu juga akan menganggu peningkatan perekonomian para petani. Jadi harapan kami Pemerintah segera menghentikan pembahasan pasal pengamanan zat adiktif pada RPP tersebut,” pungkasnya.(suko)