SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro, kini sedang menyelidiki dugaan penyimpangan pengadaan mobil siaga desa di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Penyelidikan mulai dari cash back yang menjadi hak negara, mekanisme lelang, hingga pada dugaan mark up pengadaan.
Kepala Kejari (Kajari) Bojonegoro, Badrut Tamam mengemukakan hal tersebut dalam konferensi pers yang digelar di gedung setempat, Kamis (26/10/2023). Saat itu dia menyampaikan tentang beberapa perkara yang masih tersisa menjelang kepindahannya ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Salah satu perkara yang disampaikan ialah dugaan penyimpangan pengadaan mobil siaga desa. Saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Yakni berkaitan dengan penganggaran yang terindikasi tidak sesuai dengan prosedur, dan juga pelaksanaan pengadaan yang diduga syarat dengan rekayasa.
“Temuan kami sementara itu, nanti kami akan dalami di penyelidikan,” kata pria asli Madura.
Pengadaan ini dibidik karena terindikasi adanya pemanfaatan oleh pihak-pihak tertentu yang berkaitan masalah cash back. Pria yang segera menempati jabatan barunya sebagai Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati DKI Jakarta ini sempat membaca di media massa, ada sejumlah kepala desa menerima cash back.
Padahal, ditinjau dari sumber dana pengadaan mobil siaga desa tersebut adalah uang negara, maka cash back adalah hak negara.
Berdasarkan pengumpulan data, rata-rata pengadaan mobil siaga itu ternyata pembeliannya secara off the road. Artinya pembelian itu tanpa dilengkapi dengan dokumen persuratan. Pengurusan kelengkapan surat dilakukan secara tersendiri.
Dari faktur pembelian diketahui harga mobil jenis Suzuki APV Arena GX secara off the road sebesar Rp114 juta dari kontrak senilai Rp242 juta. Itu belum untuk pengurusan BPKB dan STNK. Maka masih ada selisih lebih kurang Rp128 juta. Sedangkan untuk jenis Daihatsu Luxio dibeli off the road seharga Rp167 juta dari nilai kontrak sebesar Rp237 juta.
Pengadaan itu dilakukan oleh 384 desa dari total 419 desa se Kabupaten Bojonegoro bersumber dari dana Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) Tahun Anggaran 2022. Pria yang akrab disapa BT ini menerjunkan tim untuk menyelidiki persoalan dugaan penyimpangan, mulai dari cara pengadaan, selisih antara pembelian dengan nilai kontrak, sampai biaya pengurusan surat kelengkapan kendaraan.
BT berharap agar para pihak mengembalikan uang yang bukan haknya itu kepada negara. Sebab menurut ketentuan dalam Undang-Undang Perbendaharaan Keuangan Negara itu diatur, entah itu rabat, diskon, fee, maupun cash back adalah hak negara, sehingga wajib diberikan kepada negara.
Meski begitu, pengembalian keuangan negara tidak dapat menghapus pidananya pelaku tindak pidana. Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 UU Tipikor. Namun penyidik akan melihat mens rea terduga pelakunya, dan pertimbangan asas manfaat berupa penyelamatan keuangan negara.
“Tetapi kalau sudah mendesain sejak awal untuk mencari keuntungan, maka pertimbangan itu tidak berlaku. Oleh karena penegakan hukum itu harus berorientasi pada tiga hal, yaitu keadilan, kepastian hukum, dan manfaat,” tegas BT.(fin)