Sidang 6 Warga Bojonegoro Gugat Akses Jalan, BPN Hadirkan 2 Saksi

Sidang gugatan akses jalan warga belakang kantor BPN hadirkan dua saksi pihak Tergugat.

SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari

Bojonegoro — Sidang gugatan 6 warga Bojonegoro, Jawa Timur yang menggugat akses jalan ditutup tembok Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat menghadirkan dua saksi pihak Tergugat, yakni Purno Tjipto Purnomo dan Supriyadi alias Oni.

Saksi pertama diminta keterangannya dalam perkara 39/Pdt.G/2023/PN Bjn yang digelar di ruang Kartika, Pengadilan Negeri Bojonegoro, Kamis (11/01/2024) ialah Purno Tjipto Purnomo, seorang pensiunan pegawai BPN.

Saat memberikan keterangannya, Purno sempat berdebat dengan Kuasa Hukum Penggugat, Eddy Kiswanto dan Nun Sayuti perihal jalan yang menjadi akses keluar masuk warga belakang Kantor BPN.

Pria yang menjadi pegawai BPN sejak 1963 itu tidak mengakui hal tersebut sebagai akses jalan dan bukan jalan umum, tetapi hanya bisa untuk orang lewat di atas tanah dimaksud.

“Kalau bisa dibuat orang lewat apakah itu artinya bukan jalan?” tanya Nun Sayuti kepada Saksi.

“Ya jalan tapi jalan sementara, karena waktu itu yang ada di belakang (Kantor BPN) adalah staf agraria semua,” jawab Purno.

Kemudian perihal bukti sertifikat hak milik (SHM) atas nama Soemarno yang dimiliki pihak Penggugat dikatakan adalah Sertifikat sementara yang maknanya sertifikat yang belum dilampiri surat ukur. Sehingga perlu didaftarkan lagi.

Berkaitan hal itu, Saksi Purno ditanya oleh Anggota Majelis Hakim Ima Fatimah Djufri kenapa BPN tidak menyarankan pemilik agar memperbaiki sertifikat? Saksi menyatakan bahwa BPN bersikap pasif, artinya tidak ada tindakan pelayanan tanpa permohonan.

“Pak Soemarno itu dulu (pegawai BPN) di bagian agraria, beliau memahami sertifikat sementara harus didaftarkan,” imbuh Saksi.

Namun begitu, ketika Hakim Anggota, Hario Purwo Hantoro menanyakan tentang kekuatan kepemilikan sertifikat sementara apakah berlaku sama dengan sertifikat, Purno menyebut hal itu sama, tetapi nilai luasnya tidak sama.

“Kalau dibuat agunan (kekuatannya) sama,” ujar Saksi.

Berkenaan hal ini, yaitu ihwal PP 10/1961 Pasal 17 ayat 1 yang dikemukakan oleh tim BPN sempat ditegur oleh Hakim Anggota, Hario Purwo Hantoro, sebab pihak Terugat tidak menyebutkan isi pasal secara lengkap. Karena dengan begitu bisa menimbulkan multi tafsir.

“Tadi saudara hanya menjelaskan PP10/1961 Pasal 17 ayat 1 menerangkan sertifikat sementara adalah sertifikat tanpa surat ukur saja, padahal ada keterangan selanjutnya yang menyatakan bahwa sertifikat sementara berfungsi sebagai sertifikat,” kata Hakim Hario.

“Itu di ayat 2 Yang Mulia,” bantah Tim BPN.

“Bukan, di ayat 2-nya berbunyi : sertifikat sementara mempunyai kekuatan sebagai sertifikat, coba buka lagi (pasalnya), jadi kalau kita baca pasal itu harus lengkap, jangan tidak lengkap, nanti (bisa) multi tafsir,” tegas Hakim Hario Purwo Hantoro.

Selain itu, Purno juga menyampaikan jika jalan yang disengketakan itu sudah tidak ada lagi, tertutup sejak bangunan kantor koperasi itu berdiri. Purno mengaku, bahkan dia sendiri adalah ketua koperasi, namun tidak ingat pada tahun berapa peristiwa tersebut.

“Akses untuk orang lewat itu tertutup sejak ada bangunan kantor koperasi,” tegasnya.

Sedangkan Saksi ke dua, Supriyadi alias Oni mengaku pernah bertetangga dengan salah satu Penggugat, yakni Sulistianingsih. Dia tinggal di sebelah barat Sulistianingsih selama dua tahun, yakni pada 2002 sampai 2004.

Dalam kesaksiannya, para tetangga memakai halaman gereja untuk akses jalan. Dan sudah ada surat pernyataan untuk itu atas nama gereja. Pihak Gereja Pantekosta dia katakan tidak akan menutup akses selama-lamanya.

“Saya ikut bertanda tangan untuk memberikan akses jalan kepada para tetangga, (berlaku) selamanya,” beber pria yang menjabat Sekretaris Gereja Pantekosta di Indonesia Bojonegoro.

Tetapi pernyataan berlaku selama-lamanya itu disanggah oleh Nun Sayuti, Kuasa Penggugat, dengan mempertanyakan ada tidaknya pernyataan itu secara tertulis dalam surat pernyataan.

Ketika surat pernyataan memberikan akses jalan itu diminta dibuka di persidangan ternyata pernyataan berlaku untuk selama-lamanya itu tidak ada, malah berbunyi berbeda.

“Di sini (dalam surat pernyataan) berbunyi untuk dipergunakan seperlunya,” ucap Oni.

“Nah, berarti bisa saja kan akses itu ditutup sewaktu-waktu,” timpal Nun Sayuti.

“Kami tidak pernah ada pemikiran untuk menutup, karena sebelah timur gereja itu saudaranya Pendeta pak, jadi tidak mungkin,” sahut Oni.

Pemberian akses itu, disebut Oni atas inisiatif gereja sendiri dan bukan atas permintaan BPN. Oni mengetahui hal itu, sebab menurutnya dia tinggal sejak 2002 sampai 2004. Sebelum itu ia tinggal di Jalan Lettu Suwolo, Kelurahan Ngrowo yang berjarak sekira 0,5 km dari tempat tinggalnya pada 2002.

“Ketika saya tinggal di tempat milik Pak Budi itu, ketika itu di situ sudah tidak ada jalan,” ujar dia.

Pernyataan Saksi ke dua ini dibantah oleh Kuasa Penggugat, sebab saksi dianggap tidak mengetahui pada saat jalan itu ada dan dipergunakan untuk akses warga belakang Kantor BPN sebelum tertutup bangunan.

“Sebelum tahun 2002, yaitu tahun 1962, 1963 itu sudah ada jalan, saudara Saksi belum di sana kan? Tidak tahu kan?,” tanya Nun Sayuti.

“Tidak tahu, saya belum lahir,” jawabnya.

Sidang ditutup untuk dilanjutkan pemeriksaan saksi lagi dari pihak Tergugat. Ketua Majelis Hakim, Mahendra Prabowo Kusumo, memutuskan sidang dilanjutkan pada Kamis, 18 Januari pekan depan.

Untuk diketahui, sebanyak 6 warga di Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Bojonegoro Kota, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur kehilangan akses jalan akibat tertutup tembok bangunan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Sehingga mereka menggugat BPN ke Pengadilan Negeri Bojonegoro.

Ke enam warga yang mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Bojonegoro itu ialah Sulistiyaningsih, Istiqomah, Adam Saputra, Nur Cholik Arifin, Suherman, dan Titin Nuji Rahayu. Mereka tinggal di belakang Kantor BPN Bojonegoro.(fin)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 Komentar

  1. Kok bisa ya, Aparat yg tugasnya menegakkan hukum pertanahan , digugat warga karena melanggar aturan hukum pertanahan. Menarik untuk terus menyimak akhir drama ini..

    1. Lebih anehnya lagi, apabila gugatan warga dikabulkan, bukankah pihak gereja akan juga diuntungkan krn tidak perlu lagi meminjamkan tanahnya sbg akses jalan bagi warga2 tsb. Lha ini malahan seolah2 mendukung dg bersedia mjd saksi yg memihak kesewenang2an..