SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro — Perwakilan sejumlah Guru Tidak Tetap (GTT) dan Guru Tetap Yayasan (GTY) atau guru honorer mengadu ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) asal daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur IX Bojonegoro-Tuban, Didik Mukrianto.
Para tenaga pendidik tersebut mengutarakan nasib mereka yang dirasa terkena diskriminasi sehubungan diadakannya rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Terhadap hal ini, Didik Mukrianto menekankan jangan sampai ada “hanky panky” atau tipu muslihat pada proses tersebut.
“Jangan sampai ada ‘hanky panky’ kemudian timbul rasa tidak adil dari para GTT dan GTY di Bojonegoro ini karena diterimanya pelamar dari daerah lain, bagi saya ini tidak fair,” kata Didik Mukrianto kepada Suarabanyuurip.com, Senin (29/01/2024).
Alumnus Universitas Tri Sakti Jakarta ini mengaku, tahu persis atas persoalan yang dikemukakan secara langsung kepadanya. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya evaluasi dan perhatian dari pemerintah daerah.
“Sebab saya melihat banyak pendaftar PPPK yang diterima dan kemudian lulus berasal dari luar Bojonegoro, sementara Guru GTT dan GTY sendiri di Bojonegoro demikian banyak, bisa untuk kebutuhan PPPK di Bojonegoro,” ujarnya.
Jika kemudian gaji PPPK untuk pegawai yang berdinas di Bojonegoro diambilkan dari APBD setempat, maka politikus Partai Demokrat ini berharap keberpihakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro adalah untuk warga Bojonegoro.
“Jadi seharusnya keberpihakannya ya untuk para guru honorer yang dari Bojonegoro dulu, baru yang lain kalau sudah selesai, nah faktanya kan nggak,” ucapnya.
Bagi Didik, sapaan akrabnya, dari PPPK yang telah tes kemarin antara yang daftar dan yang lulus terdapat disparitas terlalu tinggi, celakanya keberpihakan itu tidak “diluruskan” untuk pendaftar dari luar Bojonegoro.
Keterlibatan pemkab pun disoal agar jangan berhenti pada fasilitasi dalam proses rekrutmen, akan tetapi juga dalam bentuk peningkatan kapasitas guru honorer agar bisa lebih mudah mengakses kebijakan pusat dan bukan malah dilepaskan begitu saja seperti pasar bebas.
“Saya akan lakukan advokasi, jika itu sebuah kebijakan lokal, seharusnya putra putri terbaik Bojonegoro diprioritaskan, dan jangan ada hanky panky, harapannya sih proses rekrut PPPK itu bersih dan akuntable, tapi namanya oknum kan di mana-mana ada, semoga saja di Bojonegoro tidak ada,” tegas penyuka olahraga Rugby ini.
Berkenaan keluhan para guru honorer, Didik memahami, bahwa guru honorer terdiri berbagai sisi, mulai usia, kapasitas, hingga kesejahteraan yang dinilai minim. Tak sedikit yang mendapat gaji tak cukup jika dinalar karena saking kecilnya.
“Saya akan perjuangkan teman-teman GTT dan GTY, meskipun saya bukan komisinya, tetapi beririsan, karena ini dapil saya, dan DPR RI adalah rumah mereka, saya akan bantu dorong ke Komisi X yang membidangi, lagipula fungsi anggota DPR kan memang salah satunya menyerap aspirasi dan melakukan kontrol atas kebijakan pemerintah,” tandasnya.
Terpisah, salah satu guru GTY yang turut bersilaturahiim ke kediaman Didik Mukrianto di Desa Mojodeso, Kecamatan Kapas, Lely Setyorini menyampaikan, bahwa pihaknya disarankan untuk melakukan audiensi ke DPR RI Komisi X dengan mengirimkan surat ke DPR RI ditujukan ke komisi X.
“Nanti tanda terima diserahkan ke Pak Didik dan beliau akan membantu mempertemukan kami para PPPK 2023 Status P dengan Pak Dede Yusuf dan Bu Anita, yang saat ini beliau selalu menyuarakan keadilan untuk para guru-guru yang ada dilembaga swasta,” beber perempuan asal Kecamatan Dander.(fin)
Semoga semua pemangku kebijakan membuka hatinya untuk kita semua guru GTY/PTT yg berstatus P mendapatkan keadilan.Agar haknya disamakan dengan guru honorer yg ada di lembaga negeri