Merintis Agroforestri di Ladang Migas Kedung Keris

Agroforestri Sukoharjo.
Aneka tanaman buah-buahan dan konservasi yang ditanam di lokasi Agroforestri Desa Sukoharjo, penghasil migas KDK.

SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho

Bojonegoro – Pemerintah Desa (Pemdes) Sukoharjo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur sedang merintis Agroforestri. Desa ring satu lapangan migas Kedung Keris (KDK), Blok Cepu, ini memilih budidaya agroforestri karena memiliki manfaat ganda. Selain menjaga ekologi, juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Agroforestri adalah perpaduan pengelolaan lahan dengan menggunakan sistem budidaya tanaman kehutanan, perkebunan, pertanian dan peternakan secara bersamaan.

Budidaya Agroforestri telah dirintis Desa Sukoharjo sejak dua tahun lalu. Ada seluas 2.500 meter persegi lahan yang ditanami aneka macam buah-buahan. Mulai dari kelengkeng, pepaya kalifornia, nangka dan jambu kristal. Tanaman tersebut telah memasuki masa panen.

Keberhasilan budidaya tanaman buah-buahan ini membuat Desa Sukoharjo termotivasi ingin mengembangkan agroforestri di lahan yang lebih luas dengan jenis lebih beragam. Ada lahan seluas 20 hektar yang sekarang ini disiapkan.

Lokasinya berada di belakang Pondok Pesantren (Ponpes) Sale jalan nasional Bojonegoro – Cepu. Tepatnya berada dekat bantaran Sungai Bengawan Solo. Lahan yang menjadi lokasi Agroforestri di Desa Sukoharjo merupakan tanah timbul atau daratan yang terbentuk secara alami akibat proses pengendapan sungai Bengawan Solo.

Tanah timbul seluas puluhan hektar tersebut tidak masuk dalam data Buku C Desa Sukoharjo maupun Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWS). Tanah timbul itu sekarang ini sedang diproses dan diurus oleh Pemdes Sukoharjo untuk menjadi aset desa dan dijadikan lokasi Agroforestri.

Agroforestri di ladang migas.
Mahasiswa Unigoro bersama organisasi masyarakat sipil, warga dan pemerintah desa terkibat dalam gerakan penanaman pohon di lokasi Agroforestri Desa Sukoharjo.

Ada beberapa jenis tanaman yang ditanam di Agroforestari Desa Sukoharjo. Diantaranya alpukat, pepaya kalifornia, sukun, kelengkeng, jambu kristal, nangka, pule, dan trembesi. Selain itu di lokasi ini juga terdapat tanaman jagung, palawija. Serta peternakan ayam petelor bantuan operator Blok Cepu, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). Semua terintegrasi menjadi satu kawasan.

Ada beberapa alasan Desa Sukoharjo memilih model pertanian Agroforestri untuk dikembangkan. Tanah timbul yang menjadi lokasi merupakan tanah tegalan yang kurang subur untuk tanaman pertanian. Selain itu, lokasinya sering dilanda banjir karena berada di bantaran Sungai Bengawan Solo, sehingga tidak menguntungkan bagi petani jika ditanami padi.

“Tapi tanah ini cocok ditanami tanaman buah-buahan. Beberapa tanaman buah-buahan yang ditanam seperti pepaya kalifornia, kelengkeng, jambu kristal bisa tumbuh subur dan menghasilkan. Tanaman ini bisa bertahan dari banjir, daripada padi atau tanaman palawija lainnya,” jelas Sekretaris Pokdarwis Sukoharjo, Yevirma.

Alasan lain dipilihnya pengembangan Agroforestri karena selain menjaga ekologi untuk mengurangi emisi karbon, juga bisa memberikan pendapatan bagi masyarakat. Sebab masyarakat bisa menanam aneka jenis tanaman sesuai keinginannya dan memberikan tambahan penghasilan.

“Kalau kita mengembangkan agrowisata dengan hanya satu jenis tanaman buah, seperti Jambu Kristal atau Salak, tentu sudah kalah branding dengan yang sudah ada. Karena itu kita akan menjadikan lokasi ini menjadi taman buah dan tanaman konservasi,” tutur Yy, panggilan akrab Yevirma.

Baca Juga :   Pemdes Sukoharjo Berharap Pj Bupati Bojonegoro Tetapkan Desa Penghasil Migas KDK

Jika Agroforestri ini sukses diwujudkan, Desa Sukoharjo akan membangun taman arboretum. Arboretum adalah suatu tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan. Selain memiliki kegunaan sebagai tempat mengkoleksi berbagai jenis pohon, arboretum dapat dijadikan sebagai objek wisata edukatif yang memiliki nilai estetika dan keindahan, karena di dalamnya terdapat aneka ragam jenis flora.

“Untuk memperoleh sertifikat Arboretum minimal lahan yang disediakan seluas 10 hektar dengan aneka jenis tanaman. Kalau di sini ada seluas 20 hektar sudah mencukupi, dan tinggal memperbanyak jenis tanamannya,” jelas Yy yang juga menjadi petugas penyuluh pertanian (PPL) Kecamatan Kalitidu itu.

Berbagai persiapan telah dilakukan Desa Sukoharjo untuk mewujudkan kawasan Agroforestri. Diantaranya membentuk kader lingkungan dan pemandu wisata. Mereka teridiri dari ibu-ibu PKK. Para kader lingkungan bersama warga akan rutin melakukan penanaman dan perawatan setiap pekan sekali. Mereka juga akan membuka donasi pohon untuk terus menambah kolesi pohon di Agroforestri.

Sukoharjo tanam pohon.
Penanaman pohon Pule di sepnjang jalan kawasab Agroforestri Desa Sukoharjo.

Sementara pemandu wisata akan bertugas menjelaskan tentang seluk beluk Agroforestri. Mulai dari sejarah pembuatan kawasan ini, jenis tanaman dan manfaatnya kepada pengunjung yang datang. Mereka akan memberikan edukasi kepada pengunjung.

“Ada 26 kader lingkungan dan pemandu yang sudah kita bentuk dan latih. Mereka kita siapkan untuk pengembangan kawasan Agroforestri dan Arboretum,” tegas Yy.

Selain itu, Pemdes Sukoharjo menjalin kemitraan dengan Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Jawa Timur, PT Asri Dharma Sejahtera (ADS) BUMD Bojonegoro, perguruan tinggi, dan pegiat lingkungkan seperti Bojonegoro Institute, Pattiro, East Java Ecotourism Forum (EJEF), Agni Istighfar Paribrata, Yayasan Adopsi Hutan Jawa Timur (YAH-JT), dan Ademos.

Mereka dilibatkan untuk membantu bibit pohon, proses penanaman, pendampingan dan memberikan masukan terkait konsep konservasi lingkungan, agroforestri dan pengembangan kawasan Arboretum. Mereka berkolaborasi, menyamakan persepsi dan belajar membangun ekosistem Bojonegoro dari Desa Sukoharjo.

Peningkatan kualitas lingkungan melalui gerakan penanaman pohon perlu digalakkan. Hilangnya tutupan lahan hutan di Kabupaten Bojonegoro yang terus meluas menjadi penyebab tertinggi emisi karbon yang terjadi di daerah penghasil migas ini.

Berdasarkan data Global Forest Wacth, ungkap Ketua Yayasan Adopsi Hutan Jawa Timur (YAH-JT), Putut Prabowo, sejak tahun 2001-2022 Bojonegoro kehilangan luasan tutupan lahan hutan sekitar 41,2 ribu hektar. Jumlah ini jika dikonversi tingkat pelepasan emisi karbon setara dengan 2,11 juta mega ton karbon.

“Bahkan di sebagian titik lokasi hutan di sini mengalami kerusakan kritis. Ini terjadi karena alih fungsi lahan hutan, penjarahan, dan penebangan yang dilakukan Perhutani tanpa memperhatikan dampak lingkungan,” tegas Putut saat penanaman pohon untuk konservasi lingkungan di Desa Sukoharjo, Minggu (4/2/2024).

Baca Juga :   Dukung Kemandirian Ekonomi Masyarakat, EMCL Gulirkan Program Peternakan Ayam Petelor

“Suhu panas, rasa gerah, banjir bandang, longsor adalah bukti nyata kerusakan ekologi yang terjadi sekarang ini,” lanjutnya.

Rusaknya ekologi ini, menurut Putut, tidak lepas dari faktor kemiskinan. Daerah tepian hutan yang menjadi kantong kemiskinan di Bojonegoro banyak menyulap lahan hutan menjadi lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga mengenyampingkan dampak kerusakan lingkungan.

“Jadi perlu kolaborasi dari semua pihak bagaimana cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tetap menjaga ekologi,” tandas pria asli Malang ini.

Sarasehan lingkungan.
Mahasiswa Unigoro, OMS dan warga Sukoharjo mengikuti sarasehan lingkungan untuk mengurangi emisi karbon dan mengembangkan agroforestri di Desa Sukoharjo.

Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat Bojonegoro tidak hanya terjadi di kawasan tepian hutan. Namun juga di desa penghasil migas KDK, Sukoharjo. Tingkat kemiskinan di desa ini masih relatif tinggi.

Berdasarkan data kemiskinan Desil 1 yang dipublikasikan Kementrian Dalam Negeri melalui website: eprodeskel.kemendagri.go.id, ungkap Direktur Bojonegoro Institute (BI), Aw Saiful Huda, Desa Sukoharjo menempati urutan tertinggi ke 2 di Kecamatan Kalitidu. Pada tahun 2023, angka kemiskinan di desa ini sekitar 14,04 persen.

“Kutukan sumber daya alam adalah kemiskinan dan konflik. Ini banyak terjadi di daerah-daerah kaya sumber daya alam. Dari itulah kami kemudian melakukan riset di lingkungan terkecil yakni Desa Sukoharjo untuk mengetahui apa yang menyebabkan tingkat kemiskinan di sini masih tinggi,” sambung Awe saat sarasehan lingkungan usai penanaman pohon.

Lembaga swadaya masyarakat yang konsen terhadap kegiatan industri migas ini kemudian menggandeng East Java Ecotourism Forum (EJEF) untuk melakukan penguatan kelembagaan dan pengembangan inovasi percepatan pengentasan kemiskinan desa melalui SLA (Sustainable Livelihood Approach).

“Kesimpulan sementara terhadap 5 (lima) modal penghidupan, eksploitasi terhadap sumber daya alam belum menimbulkan multilply effect bagi beberapa parameter penghidupan masyarakat desa setempat,” jelas Awe.

Sebagai desa terdampak lapangan minyak KDK, Menurut Awe, Desa Sukoharjo memikul beban sosial dan lingkungan yang lebih berat dibanding desa-desa lain di Bojonegoro. Mulai dari permasalahan kemiskinan, kesenjangan sosial, hingga dampak-dampak kegiatan indutri bagi penghidupan dan lingkungan warga sekitar.

“Rencana pengembangan kawasan Agroforestri dan taman Arboretum di Desa Sukoharjo merupakan terobosan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan warga serta meningkatkan kualitas lingkungan Desa Sukoharjo. Termasuk salah satu bentuk praktik baik dari peran desa dalam penanganan isu lingkungan dan krisis iklim global,” tutur Awe.

Kepala Desa Sukohrajo, Sulistiyawan berharap pengembangan Agroforestri ini berhasil, dan akan dilanjutkan dengan pembangun taman Arboretum. Sehingga nantinya Pokdarwis bisa menggandeng petani, karang taruna, pelaku UMKM, BUMDes.

“Karena kedepannya kita ingin mengembangkan ekowisata atau wisata berbasis alam di sini,” tandasnya.

Untuk mewujudkan itu, Sulis, panggilan akrab Sulistiyawan menambahkan, Pemdes Sukoharjo akan menambah sejumlah fasilitas untuk mendukung keberadaan Agroforestri, taman Arboretum dan ekowisata. Mulai dari perbaikan jalan, dan sarana prasarana lainnya di kawasan lokasi.

“Secara ekonomi ini akan bisa mempercepat peningkatan kesejahteraan warga, dan sekaligus menjaga kualitas lingkungan,” pungkas kepala desa dua periode ini.(suko)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *