SuaraBanyuurip.com – Koordinator Penerimaan Negara dan Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jendral (Ditjen) Migas Kementerian ESDM, Martin Hasugian menyampaikan, realisasi lifting minyak pada periode Januari hingga Maret 2024, rata-rata sebesar 570,59 MBOPD atau mencapai 89,86% dibanding target 635 MBOPD.
Adapun realisasi lifting gas bumi, lanjut Martin, sebesar 876,86 MBOEPD atau mencapai 84,88% dari target 1.033 MBOEPD. Sedangkan, realisasi harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$80,33 per barel, atau mencapai 97,96% dari target sebesar US$82 per barel.
“Ekspektasi kami memang ini akan tercapai lagi dan sampai dengan kemarin untuk laporan Bapak Menteri ke DPR ini lifting-nya sudah ada peningkatan total lifting Migas sampai dengan 2024 atau bulan Maret 2024 adalah 86,78%,” kata Martin saat rapat koordinasi perhitungan bersama realisasi lifting minyak dan gas bumi (migas) dengan melibatkan seluruh stakeholder termasuk Pemerintah Daerah penghasil migas.
Ia menjelaskan, dalam APBN Tahun 2024 yang telah disetujui oleh Pemerintah dan DPR RI, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Migas ditargetkan sebesar Rp110,15 triliun. Angka tersebut diperoleh dari perhitungan yang menggunakan asumsi makro Lifting minyak bumi sebesar 635 MBOPD, Lifting gas bumi sebesar 1.033 MBOEPD, ICP US$82,00 per barel dan Nilai tukar rupiah pada angka Rp15.000 per US$.
Martin mengungkapkan bahwa besaran penerimaan negara sektor migas sangat rentan akan perubahan dan dipengaruhi oleh beberapa parameter utama yang berfluktuasi. Yaitu harga minyak mentah Indonesia (ICP), nilai tukar rupiah, volume lifting, dan juga faktor alam.
‘Pengelolaan penerimaan negara sektor minyak dan gas bumi sendiripun didasarkan pada beberapa peraturan per undang-undangan yang melingkupi kewenangan dari beberapa instansi,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Direktur Pembinaan Program Migas Mirza Mahendra menyampaikan, rapat koordinasi perhitungan bersama realisasi lifting minyak dan gas bumi (migas) dengan melibatkan seluruh stakeholder termasuk Pemerintah Daerah penghasil migas ini sebagai wujud komitmen transparansi.
“Rapat koordinasi perhitungan dan evaluasi realisasi lifting migas untuk akumulatif Triwulan I tahun 2024 ini salah satu bentuk keterbukaan kami dari Pemerintah bersama dengan Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Mirza menegaskan bahwa informasi sudah menjadi kebutuhan bagi publik terutama bagi perwakilan daerah penghasil migas. Untuk itu, kesamaan pemahaman mutlak diperlukan dan melihat secara arif ketentuan peraturan yang berlaku yang pada akhirnya dapat menyajikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Selain itu, Mirza mengungkapkan bahwa proses perhitungan bersama realisasi lifting migas ini penting terutama jika dilihat dari implikasi multiplier effect yang dapat diberikan dari perhitungan Dana Bagi Hasil (DBH) migas kepada Daerah penghasil.
“Perhitungan (lifting) salah satu yang saya anggap sangat penting sekali. Kemudian nanti perhitungan lifting-nya ada bagian untuk Daerah salah satunya untuk pertumbuhan Daerah (penghasil) terkait. Serta multiplier dari industri migas kita yang saat ini memang mengalami natural decline, tapi tetap memberikan nilai proyek bagi Daerah maupun industri lain yang ada di Indonesia ini,” tuturnya.
Dihadapan para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan perwakilan Daerah Penghasil, Mirza menjelaskan bahwa sampai dengan Triwulan I tahun 2024 pencapaian target lifting migas masih menghadapi banyak kendala di lapangan, baik kendala operasi, kegiatan pengembangan maupun kendala non teknis lainnya. Untuk itu pihaknya berharap agar seluruh pemangku kepentingan termasuk daerah penghasil migas yang telah berjalan selama ini diharapkan dapat dipertahankan untuk peningkatan lifting migas pada periode berikutnya.
Kementerian ESDM bersama dengan SKK Migas, BPMA dan seluruh KKKS senantiasa berusaha untuk dapat mempertahankan dan/atau meningkatkan produksi migas pada tahun-tahun berikutnya dengen beberapa cara. Pertama, melakukan percepatan pengembangan lapangan baru. Kedua, melakukan percepatan produksi di lapangan-lapangan baru dan lama. Ketiga, mengoptimalisasi perolehan minyak dari cadangan minyak yang ada pada lapangan-lapangan yang telah beroperasi melalui peningkatan manajemen cadangan minyak.
Keempat, meningkatkan keandalan fasilitasi produksi dan sarana penunjang untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan frekuensi unplaned shutdown sehingga dapat menurunkan kehilangan peluang produksi minyak, dan kelima mengupayakan peningkatan cadangan melalui kegiatan eksplorasi dan penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR).
Mirza berharap dengan adanya rapat koordinasi perhitungan bersama lifting ini para peserta dapat saling memahami berbagai faktor yang memengaruhi realisasi lifting masing-masing daerah penghasil. Dimana faktor-faktor tersebut akan menjadi acuan bagi Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan dalam menetapkan alokasi dana bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA) Migas setiap tahun.
“Prinsipnya semua bisa didiskusikan, tolong samakan persepsinya jangan sampai beda atau persepsi masih berbeda. Saya open for discuss, kita diskusikan dulu nanti pada saat perhitungan sudah fix ya,” pungkas Mirza.(red)