Belum Optimal, Tambang Sumur Minyak Tua di Semanggi Blora Butuh Sentuhan Investor

Komisaris BPE, Seno ketika bersama para penambang sumur minyak tua di Lapangan Semanggi.
Komisaris BPE, Seno ketika bersama para penambang sumur minyak tua di Lapangan Semanggi.(ist/BPE)

SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari

Blora – Pertambangan sumur minyak tua yang berlokasi di Desa Semanggi, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, disinyalir belum optimal. Musababnya, sumur-sumur minyak tua itu membutuhkan investor yang serius.

Seorang penambang minyak asal Desa Semanggi, Suntoro mengaku, untuk mengelola sumur tua dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Pihaknya bahkan sempat menjual mobil dan sawah ketika melakukan perawatan sumur sekitar tahun 2010.

“Karena biaya kelolanya memang cukup tinggi, setelah itu kami tinggalkan. (jadi) Memang perlu ada sentuhan dari investor,’’ ungkapnya.

Dengan mengalirnya permodalan dari investor, pengelolaan sumur tua akan berjalan dalam kondisi tinggi, sehingga harapannya bisa membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, sebab dapat membuka lapangan pekerjaan.

Demi beroperasinya pengelolaan sumur tua, Suntoro tidak mempersoalkan berapa persen pembagian keuntungan yang akan didapat. Bagi dia yang penting investor masuk dan pengelolaan berjalan sudah cukup.

“Tidak masalah berapa persenannya yang penting sama-sama untung,’’ harapnya.

Sementara itu, Komisaris PT Blora Patra Energi (BPE), Seno membenarkan, bahwa pengelolaan sumur-sumur minyak tua di Lapangan Semanggi belum optimal. BPE mengelola sumur-sumur tua di Lapangan Ledok dan Lapangan Semanggi. Untuk Lapangan Semanggi sendiri terdapat 72 sumur tua.

Dari total 72 sumur dimaksud, 6 sumur yang dikelola dan bisa produksi, sedangkan sisanya dalam keadaan idle. Menyiasati hal tersebut, pihaknya aktif menawarkan potensi sumur tua di Lapangan Semanggi kepada calon investor.

“Belum ada investor yang serius,” terangnya.

Dijelaskan, persoalan demikian itu muncul dikarenakan sejauh ini disinyalir ada masalah di manajemen. Ia menyebut ada hantu-hantu atau mafia. Hantu-hantu yang dikatakan itu datang meminta ganti rugi hingga sebesar Rp1 miliar ketika ada investor yang datang, karena mengklaim sumur tua itu sebagai miliknya.

Padahal skema ganti rugi semacam itu tidak ada. Baik di penambang maupun di pihak BPE. Dengan kata lain, artinya ada pihak-pihak tidak bertanggungjawab yang membuat investor sulit masuk ke Lapangan Semanggi.

‘’Karena adanya hal seperti secara ekonomi membebani investor (yang menjadi sebab) mereka mundur,” jelasnya.

Padahal sejatinya untuk satu sumur tua dibutuhkan dana hanya kisaran ratusan juta, tak sampai sebesar Rp1 miliar. Guna membereskan persoalan ini BPE bakal menjembatani agar investor bertemu langsung dengan penambang. Sehingga terjadi kerja sama yang baik, dan banyak investor datang.

“Kemudian minyaknya bisa diambil dan disetorkan ke Pertamina, outputnya masyarakat sekitar bisa sejahtera,’’ imbuh Seno.

Sebagai gambaran keuntungannya, Seno merujuk Pemkab Blora tahun 2020. Ketika itu di Lapangan Semanggi pada Januari sampai Agustus 2020 produksi minyak mencapai 211.167, 30 liter atau 1.328,10 barel. Produksi minyak per hari sebanyak 868 liter atau 5 barel per hari (bph).

‘’Artinya ini bisa memberikan keuntungan signifikan,’’ tandasnya.(fin)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *