SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro — Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro, Sukur Priyanto meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro meninjau kembali terhadap tiga penamaan rupabumi untuk tempat, gedung, dan badan usaha.
Ketiga nama yang dimaksud, pertama adalah nama gedung “Graha Buana” di lingkungan Pemkab Bojonegoro. Bangunan ini difungsikan sebagai Kantor Bupati Bojonegoro, dibangun dan diresmikan 2022 era rezim Anna Mu’awanah.
Kemudian nama kedua ialah “Tirta Buana” disematkan untuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bojonegoro. Badan Usaha milik pemkab untuk menyuplai air bersih itu berubah nama dari PDAM Bojonegoro ke Tirta Buana sejak tahun 2022, pun pada rezim Anna Mu’awanah berkuasa.
Lalu pada nama ketiga adalah “Buana Lestari”, merujuk tempat pasar burung di Jalan Kopral Kasan, Kabupaten Bojonegoro. Tempat ini diresmikan pula oleh mantan bupati asal Tuban itu pada 2022 silam.
Menurut Sukur Priyanto, tiga nama rupabumi di Kabupaten Bojonegoro ini sudah lama menjadi polemik di kalangan warga. Pasalnya nama bangunan, tempat, serta perusahaan daerah tersebut diduga sengaja diidentikkan dengan nama seseorang.
Meskipun secara makna, penamaan itu memiliki arti tersendiri, tetapi secara bunyi terkesan dipaksakan agar identik dengan “Bu Ana”. Patut diduga demikian, lanjut Sukur, karena jika diucapkan dengan intonasi terjeda, akan terdengar ada kata “Bu Ana” di ketiga penamaan rupabumi itu.
“Oleh sebab itu, kami Fraksi Demokrat Bojonegoro meminta kepada Pemkab Bojonegoro agar meninjau ulang dan mengevaluasi ketiga nama tersebut untuk dilakukan perubahan,” kata Sukur Priyanto kepada Suarabanyuurip.com, Sabtu (30/11/2024).
Politikus satu-satunya yang memasuki periode ke lima menjabat anggota dewan ini berpendapat, jika nama tersebut dibiarkan akan memicu kecemburuan para pemimpin kelak di kemudian hari.
Maka, ia memberi saran, agar tiga toponimi yang disebutkan tadinya itu diubah sesuai dengan ciri khas Bojonegoro yang gampang dikenali oleh orang luar. Sukur lalu mengambil contoh nama – nama ruangan di gedung pemkab lama.
“Misalnya Ruang Angling Dharma, Ruang Mliwis Putih dan masih banyak yang lainya, jadi Pemkab harus melakukan evaluasi untuk merubah segera,” tegasnya.
Ketua Partai Demokrat Bojonegoro ini mengaku, sejatinya ia sudah lama mengkritisi ketiga nama tersebut, namun pihak eksekutif pada masa kepemimpinan Anna Mu’awanah tidak menanggapi keluhan yang ia suarakan dari bawah.
Sebab secara historis, bagi Sukur, tidak hanya mantan Bupati Anna Mu’awanah saja yang memberikan kontribusi bagi Kabupaten Bojonegoro, melainkan bupati sebelumnya juga memberikan kontribusi besar bagi Bojonegoro, namun mereka tidak pernah mencantumkan nama mereka untuk dijadikan nama bangunan ataupun nama tempat di Bojonegoro.
“Mana ada daerah lain yang nama bangunan di pemerintahan identik dengan nama bupatinya, ingat bahwa bangunan yang dibuat oleh pemerintah bersumber dari uang rakyat, bukan dari uang pribadi, kalau mau dikenang oleh rakyat ya buat kebijakan yang pro rakyat bukan menuliskan nama di bangunan ataupun tempat yang bersumber dari uang rakyat,” tandasnya.
Mengenai permintaan rubah nama rupabumi ini, Penjabat (Pj) Bupati Bojonegoro, Adriyanto belum dapat dikonfirmasi hingga berita ini ditayangkan.(fin)