SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro — Pemberitaan yang beredar tentang dugaan pungutan liar (pungli) sebagai syarat penerbitan rekomendasi pendirian toko modern di Kecamatan Bojonegoro Kota oleh oknum Dinas Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Mikro (Disdagkop dan UM) telah bergulir hingga sampai ke Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro, Jawa Timur.
Terhadap berita tentang pendirian toko modern yang melebihi kuota sebanyak 32 unit dari semestinya dibatasi hanya 19 unit sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2021, Kejari Bojonegoro bakal melakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). Sebab diduga pungli itu berpotensi masuk wilayah tindak pidana korupsi.
“Dalam kasus seperti ini bisa saja terjadi dugaan penyalahgunaan wewenang yang bertujuan untuk menguntungkan diri, dulu ada kasus salah satu walikota terima uang Rp25 juta untuk rekomendasi pendirian toko modern,” kata Kepala Kejari (Kajari) Bojonegoro, Muji Martopo kepada Suarabanyuurip.com, Senin (9/12/2024).
Guna mendalami dugaan adanya pungli akibat penyalahgunaan wewenang, pihaknya telah memerintahkan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) dan Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) untuk mendalami dan mengumpulkan data terkait berdirinya toko modern di Kabupaten Bojonegoro.
“Informasi sekecil apapun pasti kami perhatikan, kami sudah perintahkan Kasi Intelijen dan Kasi Pidsus untuk melakukan pengumpulan data,” ujar pria asli Boyolali, Jawa Tengah ini.
Pria yang pernah menjabat Kajari Ende, Nusa Tenggara Timur ini menegaskan, apabila ternyata dugaan Kadisdagkop dan UM yang menerima uang sebesar antara Rp100-200 juta demi rekomendasi pendirian toko modern tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) itu benar, pihaknya pasti akan menindaklanjuti.
“Kalau nanti informasi tentang dugaan korupsi ini benar, akan kami tindaklanjuti,” tegasnya.
Diwartakan sebelumnya, pendirian Toko Modern di Kecamatan Bojonegoro Kota, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur disinyalir melebihi jumlah kuota. Kuota ini diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) 48/2021.
Adanya pembatasan kuota ini, diduga menjadi sebab bagi oknum dinas perdagangan, koperasi, dan usaha mikro (Disdagkop UM) Bojonegoro melakukan pungutan liar (pungli) guna memberi rekomendasi berdirinya toko modern.
Perbup Bojonegoro Nomor 48 Tahun 2021 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pasar Rakyat, Toko Swalayan dan Pusat Perbelanjaan, mengatur proses pendirian hingga jumlah toko modern di Kabupaten Bojonegoro.
Dalam lampiran Perbup Nomor 48 tahun 2021 itu disebutkan bahwa kuota untuk Kecamatan Bojonegoro sebanyak 19 unit. Kuota ini sudah penuh tidak bersisa. Namun faktanya, dapat ditelusuri bahwa di Kecamatan Bojonegoro berdiri lebih dari 19 toko modern. Yakni sekira 27 unit.
Seorang pengusaha yang tidak berkenan disebutkan namanya mengungkapkan, bahwa sebagian besar pembangunan toko modern tersebut tidak disertai dengan persetujuan bangunan gedung (PBG) dari Pemkab Bojonegoro.
“Saya disarankan untuk menghadap kepala dinas perdagangan (Disdagkop UM) dan disuruh menyiapkan dana Rp100 – Rp200 juta. Padahal kuota pembangunan toko modern di Kecamatan Kota Bojonegoro sudah penuh, ya saya gak mau karena tidak akan keluar PBG,” kata sumber ini kepada wartawan, Sabtu (07/12/2024).
Pengusaha ini mengaku, mengetahui salah satu koleganya yang nekat tetap ingin mendirikan toko modern harus membayar sebesar Rp150 juta.
“Padahal dengan membayar uang sebesar itu mereka juga tetap tidak bisa mendapatkan PBG,” ujarnya.
Dikonfrontir secara terpisah, Kepala Disdagkop UM Kabupaten Bojonegoro, Sukaemi tidak memberikan tanggapan kepada Suarabanyuurip.com sejak Kamis (05/12/2024) kemarin. Kendati, ia menyampaikan bantahan kepada jurnalis media elektronik lainnya bahwa kabar itu hoaks.
“Itu hoak, Mas. Makasih,” katanya sebagaimana dikutip dari kabarbaik.co.
Sementara Pj Bupati Bojonegoro, Adriyanto mengatakan, akan mendalami terlebih dahulu perihal dugaan pungli tersebut.
“Saya dalami dulu ya,” ujarnya.(fin)