SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Bojonegoro – Selain mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur, mengupayakan inovasi kebijakan pengelolaan kekayaan sumber daya (SDA) di wilayahnya untuk mengantisipasi terjadinya konflik akibat dampak kegiatan ekstraktif migas. Sejumlah inovasi antara lain optimalisasi konten lokal untuk pemenuhan tenaga kerja, serta penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Dana Abadi Migas untuk pembangunan sumber daya manusia generasi mendatang.
Demikian disampaikan Bupati Bojonegoro, Suyoto dihadapan 26 perwakilan 11 negera peserta pelatihan “Peningkatan Akuntabilitas Tata Kelola Sumber Daya di Asia Pasifik†di Kantor Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, pada Senin (16/1/2016).
Hadir dalam acara audiensi tersebut Ketua DPRD Bojonegoro, Mitroatin dan sejumlah pejabat satuan kerja perangkat Daerah (SKPD) terkait pengelolaan sumber daya migas. Peserta pelatihan di dampingi Poppy S. Winanti, Wakil Dekan Bidang Kerja Sama, Alumni dan Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan Nanang Indra Kurniawan, Sekretaris Prodi S2 dan S3 Departemen Politik dan Pemerintahan, FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM).
Bupati Bojonegoro, Suyoto menyampaikan, dana abadi migas yang akan dibentuk Bojonegoro ini merupakan salah satu upaya menghindari kutukan sumber daya alam. Karena dana abadi yang berasal dari pendapatan migas itu sebagian akan ditabung untuk pembangunan Bojonegoro jangka panjang dan berkelanjutan.
“Karena dalam pendapatan migas ini ada hak generasi kita. Untuk itu akan kita manfaatkan untuk peningkatan sumber daya generasi kita,†ujar Kang Yoto-sapaan akrab Bupati Suyoto.
Pelatihan ini merupakan kerja sama antara Research Centre for Politics and Government (PolGov) Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP), FISIPOL UGM dengan Natural Resources Governance Institute (NRGI).
Menurut Ketua Tim, Nanang Indra Kurniawan, pelatihan ini bertujuan menguatkan kapasitas pemangku kepentingan untuk akuntabilitas tata kelola industri ekstraktif dan membangun jejaring multi pihak demi meningkatkan kualitas tata kelola industri ekstraktif di Asia Pasifik.
Nanang menambahkan, pemerintah daerah merupakan salah satu instrumen kunci untuk pengelolaan efektif pendapatan negara dari sektor minyak dan gas di tingkat sub nasional bagi sebesar-besarnya kemakmuran warga.
“Kami berharap kunjungan ke Bojonegoro dapat menjadi pengalaman yang berharga bagi para peserta untuk meningkatkan akuntabilitas dan optimalisasi inovasi kebijakan di tingkat sub-nasional di negara masing-masing sekaligus dapat menjadi forum pertukaran pengetahuan dengan multipihak pengelolaan migas di Bojonegoro,†ujarnya.
Ke 26 peserta dari 11 negara itu meliputi Indonesia, Myanmar, Vietnam, Filipina, India, Timor Leste, Mexico, Mongolia, Afghanistan, Australia. Perwakilan dari 11 negara itu merupakan LSM, akademi, peniliti dan pejabat pemerintahan.
Dalam kunjungan ke Bojonegoro, peserta berkesempatan mengunjungi Kantor EMCL, beraudiensi dengan Komisi A DPRD Kabupaten Bojonegoro, serta berdiskuai dengan masyarakat di wilayah operasi migas di Desa Gayam, Kecamatan Gayam.
Rangkaian acara diiakhiri dengan Diskusi Panel pada Selasa, (17/1/2017) besok, yang melibatkan perwakilan pemerintah daerah, masyarakat, dan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM).(suko)