SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Bojonegoro – Rencana pengembangan proyek Unitisasi Lapangan Gas Jambaran – Tiung Biru (J-TB) yang di operatori Pertamina Eksplorasi dan Produksi Cepu (PEPC) mulai disosialisasikan, di ruang Angling Dharna Pemkab Bojonegoro, Senin (18/12/2017).
Hadir dalam sosialisasi, Tim Percepatan Proyek JTB dari SKK Migas, Kepala Perwakilan SKK Migas Jabanusa, Bupati Bojonegoro, PEPC, Rekind, Forpimda, Kepala Desa,LSM, instansi vertikal, kepemudaan, pengusaha jasa, koperasi, pelaku usaha, dinas terkait yang masuk tim Konten Lokal Bojonegoro.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Pemkab Bojonegoro, Agus Supriyanto, mengatakan, kegiatan ini bertujuan adanya pemahaman yang sama dari segenap pemangku kepentingan mulai PEPC, PT Rekind, penyedia jasa kerja lokal dan lain sebagainya dapat terlibat secara prosedur dan transparan.
Bupati Bojonegoro, Suyoto, dalam paparannya menyampaikan, bahwa masyarakat yang hadiri di sini memiliki kepentingan sama yakni menyukseskan proyek JTB. Pada kesempatan itu, bupati mengajak seluruh peserta untuk flashback kembali pada proyek Banyuurip utamanya pembebasan lahan tahun lalu.
“Saat itu masyarakat memiliki beragam harapan, kini proyek Banyuurip menyumbang 20 persen minyak nasional,” ujarnya.
Menurut dia ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan proyek pengembangan gas JTB ini. Pertama harus berdampak pada pemberdayaan lokal, menjaga tata ruang, pentingnya akuntabilitas dan transaparansi serta adanya regulasi yang baik.
“Dari pengalaman kita bahwa sinergitas memadukan unsur teknis, bisnis, legal dan tata kelola lingkungan hidup serta sosial akan menjadi pendukung kelancaran proyek ini,” pesannya.
Karena itu dirinya meminta agar peluang tenaga kerja dan bisnis dapat disampaikan secara terbuka.
“Proyek JTB ini adalah proyek nasional proyek merah putih yang menjadi tanggungjawab bersama semua pihak,” ucapnya.
Bupati mengungkapkan, berdasarkan pengalaman pahit dari proyek Banyuurip banyak pengusaha lokal yang terjerat hutang, jatuh pailit dan bahkan ada yang masuk penjara. Hal itu dikarenakan pengusaha lokal hanya bermodal nekad, dan tidak profesionalnya mereka dalam mengelola perusahaannya.
“Yang lebih menyedihkan lagi ada yang mendapatkan kontrak malah diberikan kepada pengusaha dari Batam. Ini sangat merugikan masyarakat,” ujarnya.
Karena tidak profesionalnya pengusaha lokal dalam mengelola pekerjaan dan perusahaanya mengakibatkan mereka kemulan sarung alias bangkrut. Selain itu juga banyak kontraktor lokal yang menunda pembayaran pajak, tidak bisa membuat invoice.
“Ketika anggaran tidak cair mereka protes ke tim konten lokal, setelah diurus ternyata mereka tidak mengajukan invoice. Jangan sampai semua itu terulang lagi. Kita akan terus mengawal proyek ini,” pungkasnya.
Sementara itu Direktur PT PEPC , Jamsaton Nababan, menjelaskan bahwa J-TB merupakan proyek besar hulu migas yang dikerjakan Pertamina Sekarang ini. Proyek ini menelan biaya USD 1,6 dollar atau setara Rp21 trilyun. Karena itu pekerjaan yang dilakukan memiliki resiko tinggi sehingga harus dilaksanakan dengan hati hati dan profesional.
“Kami harapkan pekerja dan pengusaha lokal yang terlibat nantinya lebih baik daripada di proyek Banyuurip,” sambung Jamsaton.
Pihaknya berjanji akan terbuka dalam melakukan setiap rekrutmen tenaga kerja dan tender peluang bisnis.
“Kita harus bergandeng tangan dan duduk bersama jika ada masalah yang harus didiskusikan bersama,” ajaknya.
sekarang ini masalah tanah untuk pengembengan proyek JTB telah 100 persen selesai. Sehingga proyek ini bisa tepat waktu dan tepat biaya.
Direktur PT Rekayasa Industri (Rekind), Jaqob, berdasarkan pengalaman di proyek Banyuurip, untuk peluang mainpower suplay akan melalui satu pintu yakni Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Bojonegoro.
“Hal utama adalah menyelesaikan proyek ini tepat waktu dan aman,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Manajer Bisnis PT Rekind menjelaskan proyek ini akan berlangsung 36 bulan (3 tahun), dan 12 bulan (1 tahun) masa garansi. Untuk satu tahun pertama, ada 7 titik pekerjaan yanga akan dimulai pada 2018 baik di Jakarta maupun di Bojonegoro.
“Kegiatan di Bojonegoro adalah pekerjaan persiapan pioner office, pipe shap, drainage, Site Preparation,” jelasnya.
Untuk kebutuhan tenaga kerja proyek JTB dari Bojonegoro, lanjut dia, akan melalui satu pintu yakni Disperinaker mulai pengumpulan data base dan proses rekrutmen. Total kebutuhan tenaga kerja selama 2018 sebanyak 1.733 dengan tiga pembagian yakni lokal, lokal dan nasional, nasional.
“Puncaknya kebutuhan tenaga kerja ini akan berlangsung pada bulan Agustus sebanyak 1.600 orang, kemudian pada Desember 2018 JGC membutuhkan 500 tenaga kerja,” katanya.
Sedangkan untuk peluang bisnis akan dilaksanakan tender 2018. Ada dua jenis peluang bisnis yang dapat ditangkap masyarakat lokal. Yakni peluang bisnis langsung dengan kisaran angka Rp200 hingga Rp250 milyar, dan tidak langsung sebesar Rp300 milyar.
“Untuk dapat berpartisipasi dalam proyek ini jangan sampai berujung pada kerugian. Oleh karenanya akan dilakukan beberapa edukasi dan filter yang pasti adalah harus sesuai dengan kompetensi,” jelasnya.
Pihaknya telah memberikan garis besar rekanan yang bisa terlibat utamanya rekanan lokal yang bisa berpartisipasi. Hal yang utama adalah kebutuhan sertifikasi dan keamanan dalam proyek ini. Proses pengadaan nanti akan dengan sistem tander, jadi harus dipahami persyaratan dan tata caranya.
Apalagi dalam proses tender tidak tercapai kesepakatan akan dibatalkan. Tender akan dimulai pertengahan tahun 2018, untuk GPC akan dilakukan bulan Agustus sampai September 2018 mendatang.
Hal yang utama adalah target pekerjaan tidak terhambat, selain tender dan pekerjaan hal lain adalah ada proyek comunity development antara lain drafting school, lean construction yakni budays kerja efektif dan efisien, implementasi dalam keseharian.(suko)