Dosen UGM : Bojonegoro Layak Bentuk Dana Abadi Migas

19695

SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho

Bojonegoro – Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, sebagai daerah penghasil migas, cukup layak membentuk dana abadi migas (DAM). Bojonegoro memiliki potensi pendapatan besar dari dana bagi hasil (DBH) migas dan untuk keberlanjutan APBD.

Demikian disampaikan Dr. Anggita Abimanyu, dosen UGM Yogyakarta, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) saat menjadi narasumber focus group discussion (FGD) bertajuk “Kajian Pengembangan dan Optimalisasi Sumber Pendanaan Jangka Panjang Untuk Pembangunan yang Lebih Mandiri Melalui Endowment Found/ Dana Abadi” di Balroom Hotel Aston Bojonegoro, Kamis (5/3/2020) lalu.

Menurutnya, pembentukan DAM memerlukan peraturan daerah (Perda). Sebab Pembentukan BP-DAM dan tata kelolanya tak sederhana.

“Jika ini bisa diterapkan di sini, maka Bojonegoro akan menjadi pioner pengelolaan dana bagi hasil migas,” ujarnya dilansir dari kanalbojonegoro.com.

Hingga saat ini, lanjut dia, belum ada DAM yang ada di Indonesia. Dana abadi yang bisa dipakai sebagai rujukan adalah DAU, LPDP, dan PPI.

“Ini sangat layak,” tegasnya.

Data di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bojonegoro, dana bagi hasil (DBH) Migas pada 2016 yang diterima sebesar Rp 465 miliar. Pada 2017 Rp 1,3 triliun, dan 2018 menerima Rp 2,3 triliun.

Sedangkan, pada 2019 menerima Rp 2,2 triliun, dan pada 2020 turun menjadi Rp 956 miliar.

Kepala Bapenda Ibnu Soeyoeti, menjelaskan pengelolaan DBH selama ini digunakan untuk pembangunan berkesinambungan atau berkelanjutan. Artinya, pendapatan dari migas tidak langsung dihabiskan, tapi sebagian disimpan untuk generasi mendatang. Diantaranya membiayai pendidikan dan kesehatan.

“DBH Migas ini fluktuatif. Naik turun. Sehingga perlu ada dana cadangan,” tegas Ibnu.

FGD dihadiri Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah dan Sekretaris Daerah (Sekda) Nurul Azizah, serta melibatkan jajaran organisasi perangkat daerah (OPD), tokoh masyarakat, rektor dan BEM perguruan tinggi di Bojonegoro.

Bupati Anna Mu’awanah menambahkan, yang perlu diantisipasi adalah turunnya perolehan DBH Migas secara signifikan yang berpengaruh terhadap kekuatan APBD seiring menurunnya produksi minyak.

Bupati perempuan pertama Bojonegoro itu mencontohkan salah satu kota di Kalimantan yang sebelumnya menjadi daerah kaya yang memiliki pendapatan DBH Migas besar. Namun setelah produksi migas di sana habis, pendapatan yang diterima merosot tajam.

“Dulu mereka nggak pernak mau ambil dana alokasi khusus atau DAK. Tapi sekarang tanya-tanya terus,” ujar mantan politisi senayan itu.

Oleh karena itu, lanjut Bu Anna, diperlukan konsep untuk mengantisipasi masalah tersebut. Karena sekarang ini Bojonegoro  sebagai daerah yang memiliki sumber migas terbesar di Indonesia.

“Mari kita berfikir untuk Bojonegoro kedepan. Setelah kebutuhan jangka pendek kita penuhi, apa yang akan kita lakukan? Mungkinkah DAM  bisa diterapkan di sini ?” pungkasnya.(suko)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *