SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Bojonegoro – Sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (SiLPA) APBD Bojonegoro, Jawa Timur dalam tiga tahun terakhir cukup tinggi. Jumlahnya menembus di atas Rp 2 triliun, dan tahun 2021 diperkirakan mencapai Rp 1 triliun.
SiLPA APBD Bojonegoro tahun 2018, misalnya. Jumlahnya mencapai Rp 2,017 triliun. Kemudian naik di tahun 2019 menjadi Rp 2.202 triliun dan tahun 2020 naik lagi menjadi sebesar Rp. 2,431 triliun.
Anggota Banggar DPRD Bojonegoro, Lasuri mengakui jika tren SiLPA APBD Bojonegoro dari tahun ke tahun ada peningkatan. Terhitung sejak 2018, 2019 dan 2020 besarannya dikisaran di atas Rp 2 triliun.
Namun, politisi PAN ini mengaku sulit menilai kinerja eksekutif terkait tingginya SiLPA APBD Bojonegoro selama tiga tahun ini. Alasannya, karena dinamika setiap tahun berbeda-beda.
Lasuri kemudian mencontohkan, seperti masalah politik. Pada tahun 2018 terdapat pergantian pemimpin dari Bupati Suyoto ke Bupati Anna Mu’awanah. Kemudian di tahun 2019 terdapat pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak, dan pada 2020 terdapat pandemi Covid-19.
“Jadi kita sulit menilai karena dinamikanya berbeda-beda,” ujarnya kepada suarabanyuurip.com, Selasa (27/7/2021).
Sebab, lanjut dia, ada organisasi perangkat daerah (OPD) yang serapan anggarannya bagus. Namun juga ada OPD yang serapannya kurang baik. Oleh karena itu diharapakan tidak ada mutasi kepala OPD atau kepala bagian (Kabag) dalam waktu yang singkat ini.
“Karena ini akan menggangu kinerja dan penyerapan di masing-masing OPD,” pesan anggota Komisi B DPRD Bojonegoro ini.
Untuk diketahui, serapan APBD Bojonegoro per 22 Juli 2021 baru mencapai 23,59%. Dari pos belanja di 70 organisasi perangkat daerah (OPD) sebesar Rp 6,204 triliun, dan baru terealisasi Rp 1,463 triliun.
Dari data yang diperoleh suarabanyuurip.com, pos anggaran besar yang serapannya rendah diantaranya adalah Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang. Dari anggaran belanja sebesar Rp 1,533 triliun baru terealisasi Rp 174,59 miliar atau 11,38%.
Kemudian, pos belanja di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sebesar Rp 1,115 triliun, dan terserap Rp 286,49 miliar atau 25,68%.
Sementara pos belanja yang serapannya paling rendah adalah Bagian Pemerintahan. Dari anggaran Rp 3,495 miliar, baru terealisasi Rp 210,85 juta, atau 6,03%. Disusul Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian dari anggaran Rp 157,714 miliar, terserap Rp 10,193 miliar atau 6,46%.
Kemudian, Bagian Pengadaan Barang/Jasa dari pos belanja Rp 1,524 miliar, terserap Rp 142,787 juta, atau 9,37%. Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya, dari pos belanja Rp 604,703 miliar, baru terserap 57,193 miliar atau 9,46%.
Sedangkan serapan pos belanja tertinggi di Dinas Kesehatan. Dari anggaran Rp 381,055 miliar, terealisasi Rp 172,658 miliar, atau 45,31%.
Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jatim Dakelan menilai rendahnya serapan anggaran ini menandakan buruknya kinerja Pemkab Bojonegoro.
“Idealnya bulan Juli ini serapan sudah bisa mencapai 40-50%,” tegasnya.
Menurut Dakelan, jika serapan anggaran tidak segera dimaksimalkan, maka realisasi APBD Bojonegoro hingga akhir tahun nanti hanya bisa mencapai 80%. Sehingga bisa memunculkan tingginya sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (SiLPA).
“Jika SiLPA tinggi tentu yang dirugikan masyarakat Bojonegoro,” tandasnya.
Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) Bojonegoro, Nurul Azizah menyampaikan penyerapan anggaran sampai saat ini mencapai 25 % karena proyek fisik belum terserap. Dipastikan apabila proyek fisik (infrastruktur) sudah selesai maka sarapan anggaran bisa maksimal.
“Insyaallah di akhir tahun bisa terealisasi maksimal,” pungkas Sekretaris Daerah Bojonegoro ini.(suko)