SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Penyusunan APBD Kabupaten Bojonegoro tahun 2023 dinilai terlalu tergesa-gesa. Penentuan angka belanja dan pendapatan daerah harus rasional. Karena itu berdampak pada pembangunan nantinya.
Hal tersebut disampaikan DPRD Bojonegoro, Jawa Timur saat pembahasan rancangan kebijakan umum anggaran (KUA) dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) APBD 2023.
Anggota Komisi B DPRD Bojonegoro Lasuri mengatakan, dari sisi pendapatan terakumulasi Rp 4,5 triliun yakni pendapatan terbanyak dari transfer dan PAD. Dari semua obyek sumber dari pendapatan secara keseluruhan mengalami kenaikan dibanding 2021.
“Selanjutnya dari sisi belanja keseluruhan Rp 6,7 triliun ditambah lagi pengeluaran pembiayaan lainnya. Artinya itu sudah tercantum dana abdi pendidikan sekitar Rp 500 miliar,” katanya.
Namun, rapat pembahasan KUA PPAS APBD TA 2023 belum bisa dilanjutkan karena harus dilakukan pendalaman di tingkat komisi. Sebab, lanjut dia, banyak pembahasan krusial yang perlu dibahas di komisi misalnya terkait pendapatan uang juga angka defisit yang mencapai Rp 2,1 triliun.
Dia mengatakan, biaya yang dikeluarkan tidak seimbang dengan pemasukan, akhirnya dipasang defisit Rp 2,1 triliun. Karena, nantinya defisit akan ditutup sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) sesuai kementerian keuangan (Kemenkeu).
“Andaikan tidak ada tranfer di 31 Desember 2021 makan ada program yang gagal atau dikurangi,” katanya.
Sementara itu, Wakil Pimpinan DPRD Bojonegoro Sukur Priyanto mengatakan, dalam menyusun APBD tidak boleh gegabah. Pemasangan belanja dan pendapatan daerah harus rasional, jangan sampai membawa dampak negatif bagi program daerah.
“Jangan terlalu memaksakan, apalagi terjadi pada tahun lalu sampai gagal bayar karena menetapkan APBD sangat tinggi,” katanya.
Menanggapi hal itu, Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Bojonegoro Nurul Azizah mengatakan, dalam memasang estimasi silpa tahun 2023 ada beberapa yang sudah dibuat sebagai masukan salah satunya efisiensi belanja tahun 2022 yakni sebesar 10 persen dari total belanja APBD.
“Karena untuk pelaksanaan penyerapan di tahun 2022 sebagimana komitmen OPD maksimal 90 persen, maka 10 persen dari APBD 2022 sebesar Rp 594 miliar,” kata Nurul Azizah.
Sedangkan, dia melanjutkan, dari perkiraan dana yang akan masuk dari kurang bayar DBH migas 2021 sebesar Rp 980 miliar. Sementara perkiraan kurang bayar dana bagi hasil (DBH) migas 2022 sebesar Rp 950 miliar.
“Sehingga dari silpa yang terpasang Rp 2,6 triliun sesuai catatan masih ada kekurangan Rp 164 miliar. Yang akan dicukupi dari BBT maupun pelampauan PAD, imilah yang menjadi dasar penghitungan bahwa silpa terpasang sebesar Rp 2,6 miliar,” katanya.(jk)