Dinamika Migas Bojonegoro Tarik Perhatian Mahasiswa Norwegia

Nils Oskar Tronrud dan Sebastian Kronback, Mahasiswa magister asal Norwegia bersama Polgov UGM diskusi tentang dinamika migas dengan BI dan AJI Bojonegoro di Rumah Kolaborasi.

Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari

Bojonegoro – Melimpahnya sumber daya alam migas di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, berikut dinamika sosial ekonomi, lingkungan, dan politik di daerah menarik pehatian banyak pihak. Diantaranya warga negara asing, Nils Oskar Tronrud dan Sebastian Kronback, mahasiswa magister asal Norwegia.

Menukil catatan Direktur Bojonegoro Institute, AW Syaiful Huda, Nils dan Sebastian, nama akrab masing-masing mahasiswa pasca sarjana itu, berkunjung ke Rumah Kolaborasi ditemani tim dari lembaga Research Center for Politics and Government (Polgov) Universitas Gadjah Mada (UGM).

Mereka datang ke Kota Ledre-sebutan lain Bojonegoro- untuk bertemu dengan perwakilan Bojonegoro Institute dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bojonegoro, dua hari yang lalu.

Kiki Nurshafira, perwakilan dari Polgov UGM, dalam catatan Awe mengatakan, bahwa maksud dan tujuan dari kunjungan mereka adalah untuk belajar tentang dinamika Bojonegoro sebagai kabupaten penghasil migas terbesar di Indonesia.

“Tujuan kedatangan kami ke sini untuk bertemu dengan teman-teman Bojonegoro Institute dan AJI, untuk belajar banyak tentang dinamika migas di Bojonegoro, terutama yang berkaitan tentang dinamika sosial dan kebijakan tata Kelola migas di daerah,” ungkap Kiki, panggilan akrabnya.

Menanggapi hal itu, Aw Syaiful Huda menyambut baik kunjungan tersebut. Bahkan ia mengutarakan ketertarikan untuk belajar, terutama pada Nils dan Sebastian, terkait Dana Abadi Migas di Norwegia.

“Mumpung kami ketemu dengan Nils dan Sebastian, yang datang jauh-jauh dari Norwegia, maka kami pun saat itu ingin nanya-nanya tentang gambaran Dana Abadi Migas yang dibentuk Pemerintah Norwegia, yang menurut banyak sumber dinyatakan sebagai salah satu betuk Dana Abadi Migas yang terbaik di dunia dari sisi akuntabilitas dan tata kelolanya,” kata Awe kepada SuaraBanyuurip.com, Sabtu (17/09/2022).

Setelah sesi perkenalan, tutur Awe, kegiatan diskusi dibuka terlebih dahulu dengan nonton bersama film dokumenter kolaborasi bersama Pattiro, Bojonegoro Institute dan Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana (LPAW) Blora, yang berjudul “People, Oil, Policy; Playing Between Welfare and Curse”.

Usai pemutaran film, diskusi tentang dinamika sosial – termasuk bagaiman peran Bojonegoro Institute dan AJI Bojonegoro dalam mengawal industrialisasi migas di daerah agar terhindar dari kutukan sumber daya alam – berlangsung cukup hangat.

Meskipun diskusi berlangsung santai, tetapi banyak pertanyaan dan tanggapan yang disampaikan cukup serius, sehingga beberapa kali harus menampilkan data maupun bahan pendukung.

Tiba giliran Nils dan Sebastian diminta memaparkan tentang Dana Abadi Migas yang dibentuk pemerintah Norwegia (1990). Nils kemudian membuka laptop yang menampilkan website berisi data dan informasi mengenai Dana Abadi Migas Norwegia, yang diberi nama “the Government Pension Fund Global” atau disebut juga “Norway’s Oil Fund”.

Menurut penjelasan Nils, informasi tentang dana abadi migas atau yang diberi nama “the Government Pension Fund Global,” sangat terbuka dan dapat diakses oleh publik secara online dan realtime. Nils pun menunjukkan laman website yang dimaksud, yang disaksikan semua yang hadir. Pada laman website terlihat nilai dana abadi migas terbuka secara realtime, termasuk data-data analisis dan dokumen laporan audit pertahunnya.

Nils juga menyebut bahwa dari nilai investasi dana abadi migas Norwegia, hanya sekitar 3,5 persen yang diambil atau dimasukkan dalam APBN Norwegia pertahun yang digunakan untuk anggaran pembangunan. Aset dari “Norway’s oil fund” juga digunakan untuk investasi sektor energi terbarukan.

Pembentukan Dana Abadi Migas di Norwegia, menurut Nils, dilatarbelakangi belajar dari penyakit Netherlands, yang pernah jadi negara kaya migas namun justru perekonomian atau sektor industri mereka mengalami penurunan secara drastis. Penyakit ini dikenal dengan istilah “Dutch Desease”. Tidak ingin mengalami hal serupa, pemerintah Norwegia menggagas pembentukan dana abadi migas di tahun 1990.

“Sejatinya, semakin malam, diskusi makin hangat. Namun saat kondisi sudah larut malam, diskusi yang dimulai sejak pukul 20.00 WIb itu pun akhirnya harus diakhiri pada pukul 23.00 WIB,” pungkas Awe.

Sebagai informasi tambahan, Rumah Kolaborasi merupakan ruang kerja bersama (Coworking space), yang digagas oleh Bojonegoro Institute dan AJI Bojonegoro. Fungsinya sebagai tempat ataupun ruang bekerja, berkarya dan membangun kolaborasi di antara para pegiat masyarakat sipil dan jurnalis di daerah.(fin)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *