Suarabanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Raperda penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak (PPA) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur telah memasuki tahap pembahasan. Nantinya naskah akademik (NA) Raperda PPA yang dibuat juga akan diujikan.
Panitera Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro Sholikin Jamik mengatakan, perempuan dan anak selama ini menjadi kelompok rentan di wilayah publik. Jika tidak ada perlindungan dan kepastian hukum tentu akan merugikan, apalagi janda.
“Perempuan yang menjanda itu perlu dilindungi karena termasuk kelompok masyarakat rentan,” katanya, Jumat (9/12/2022).
Dia mengatakan, hingga November ada sebanyak 2.809 janda di Bojonegoro yang juga harus dilindungi. Sebab, rata-rata para janda menikah di usia muda atau di bawah umur.
Jumlah janda yang cukup banyak di Bojonegoro ini rentan terjadi ketidakseimbangan sosial. Karena, kata dia, janda harus mencukupi diri sendiri dan menjadi kepala keluarga bagi anak-anaknya pasca perceraian.
“Belum lagi anak yang menikah di bawah umur potensi kerawanan perceraian pasti tinggi. Karena alasan ekonomi, psikologi, dan menambah kemiskinan baru di Bojonegoro,” katanya.
Sholikin menjelaskan, seluruh regulasi tentang perlindungan hukum perempuan dan anak masih berkisar pada penanganan pasca kejadian. Misalnya di Mahkamah Agung ada peraturan nomor 3 tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan hukum dan nomer 5 tahun 2019 tentang pedoman mengadili perkara dispensasi nikah.
Bahkan, Dirjend Badan Peradilan Agama mengeluarkan intruksi kepada seluruh PA se Indonesia dalam suratnya nomer 1669/DJA/HK.00/5/2021 tanggal 24 mei 2021 tentang jaminan pemenuhan hak hak perempuan dan anak pasca perceraian. Namun, semua itu masih melindungi pasca kejadian dalam penanganan belum bicara tentang pencegahan.
“Karena itu, Raperda PPA ini agar menjangkau pada aspek pencegahan karena kasus-kasus perempuan dan anak yang terjadi di Bojonegoro rata-rata akibat pendidikan rendah dan masalah ekonomi,” kata Sholikin.(jk)