SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Koordinator Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) Bojonegoro, Jawa Timur, Nafidatul Hima, menorehkan catatan atas peringatan Hari Ibu yang jatuh setiap tanggal 22 Desember.
Pada tanggal itu banyak para suami, anak, atau keluarga memberikan ucapan terima kasih atau hadiah kepada istri dan ibu sebagai apresiasi telah dengan sabar melakukan kewajiban sebagai seorang ibu.
“Boleh saja dan tidak ada salahnya, tetapi sebetulnya jika ditinjau dari sejarah, refleksi peringatan Hari Ibu di Indonesia bertujuan untuk mengenang perjuangan kaum perempuan Indonesia,” kata Koordinator APPA Bojonegoro, Nafidatul Hima, kepada SuaraBanyuurip.com, Jumat (22/12/2023).
Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya sampai pada peringatan di tahun 2023, perempuan yang akrab disapa Hima ini banyak melihat generasi sekarang beranggapan Hari Ibu sebagai hari spesial dan ucapan terima kasih kepada kaum perempuan yang sudah mempunyai gelar ibu.
“Padahal kalau kita balik ke sejarah terjadinya Hari Pergerakan Perempuan Tanah Air ditandai dengan perjuangan para pendekar perempuan di berbagai wilayah di Indonesia, sebut saja Tjut Nyak Dien di Aceh, Nyai Ageng Serang di Jawa Barat, hingga R.A Kartini di Jawa Tengah,” ujarnya.
Puncaknya, gerakan perempuan di dalam negeri melahirkan Kongres Perempuan Indonesia pada tanggal 22 Desember 1928, kala itu berkumpul para aktivis perempuan dan organisasi perempuan yang menghasilkan beberapa poin penting, antara lain tuntutan penambahan sekolah rendah untuk anak Perempuan; perbaikan aturan dalam hal taklik nikah; dan perbaikan aturan tentang sokongan untuk janda dan anak yatim pegawai negeri.
Kongres perempuan perempuan ini menjadi tonggak sejarah karena merupakan puncak kebangkitan perempuan dan hasil kongres pertama juga masih sangat relevan dengan permasalahan perempuan dan anak yang sekarang masih sering terjadi.
Banyaknya kasus kekerasan, diskriminasi, angka kematian bayi dan ibu, pernikahan anak, rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) perempuan masih banyak terjadi di kalangan masyarakat saat ini.
Dengan begitu, menurut ibu dua putri ini masih banyak pekerjaan rumah untuk para aktivis perempuan, organisasi perempuan, pemerintah serta semua pihak untuk terus bersama mewujudkan cita-cita yang tercetus pada kongres pergerakan perempuan. Salah satunya untuk mewujudkan perempuan bisa mendapatkan kesetaraan yang sama dalam bidang apapun dengan laki-laki.
“Refleksi kecil ini juga untuk membangkitkan kembali semangat pergerakan kita untuk selalu melanjutkan perjuangan perempuan dan sebagai pengingat juga kepada kita semua agar tidak salah memaknai Hari Ibu sebagai hari pergerakan perempuan,” pungkasnya.(fin)