Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro, Jawa Timur, dianggap aneh oleh pihak Penggugat, S. Marman yang diungkapkan oleh Kuasa Hukumnya, Nur Aziz. Pasalnya, obyek sengketa tercatat ada Sertipikat Hak Milik (SHM) atas nama Salam Prawirosoedarmo.
Menurut Advokat asal Tuban ini, artinya jelas bahwa obyek sengketa bukanlah milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro. Namun gugatan Penggugat dinyatakan error in persona. Ini diketahui setelah pihaknya mengunduh salinan putusan lengkap.
Kendati, atas kalahnya gugatan lahan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Banjarsari antara S. Marman melawan Bupati Anna Mu’awanah secara lembaga ini, Nur Aziz masih belum dapat menentukan upaya hukum yang akan ditempuh.
“Kalau mencermati pertimbangan hukum Majelis Hakim ini kan aneh. Karena jelas bahwa tanah obyek sengketa masih tercatat dalam SHM No. 033 atas nama Salam Prawirosoedarmo, bukan tanah negara atau tanah milik pemkab, tapi anehnya majelis hakim menyatakan gugatan Penggugat tidak memenuhi syarat formil karena terjadi error in persona,” kata Nur Aziz.
“Penggugat dinyatakan tidak punya kapasitas untuk menggugat padahal bukti yang telah Penggugat ajukan sangat jelas telah terjadi jual beli dari Salam Prawirosoedarmo ke Darus, kemudian dari Darus telah dijual ke S. Marman (Penggugat),” lanjutnya kepada SuaraBanyuurip.com, Jumat (14/07/2023).
Pria yang juga menjabat Ketua Ikatan Advokasi Indonesia (Ikadin) Tuban ini menilai, putusan Majelis Hakim ‘dibelokkan’, sebab putusan menyatakan tidak ada bukti surat maupun saksi yang mendukung Penggugat bahwa telah terjadi peralihan hak dari Salam Prawirosoedarmo kepada S. Marman.
Dengan begitu, kata Nur Aziz, jika dalam putusan Majelis Hakim dinyatakan tanah obyek sengketa adalah milik Salam Prawirosoedarmo atau ahli warisnya, maka seharusnya hal itu semakin terang dan tampak bahwa obyek sengketa bukanlah milik Pemkab Bojonegoro. Dan semestinya seirama dengan gugatan kliennya.
Nur Aziz juga menggarisbawahi, dalam salinan putusan tidak ada satupun kalimat yang menyatakan tanah obyek sengketa merupakan milik Pemkab Bojonegoro.
“Ini kan tidak lucu. Padahal surat tahun 1977 itu kan ditandatangani Salam Prawirosoedarmo kepada Darus. Itu kertas segel asli, dan bukti itu kami sampaikan. Kemudian dari Darus terjadi jual beli ke Marman secara hukum adat. Ada yurisprudensi MA yang mengatakan itu tetap sah walaupun belum di PPATK. Itu kok disimpangi,” ujar dia.
Meski demikian, ketika disinggung langkah kedepan atau upaya hukum yang akan dilakukan. Nur Aziz mengaku,.belum bisa menentukan sikap apakah akan melakukan upaya hukum banding atau lainnya.
“Masih perlu kami komunikasikan dengan klien. Upaya hukum itu 14 hari sejak putusan dibacakan, kami akan manfaatkan sisa waktu ini untuk berpikir dan bersikap,” tandasnya.
Di lain pihak, Kuasa Hukum Bupati Bojonegoro selaku Tergugat I, Analis Hukum Ahli Muda Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bojonegoro, Abdul Aziz mengaku, telah mengunduh salinan putusan sejak Kamis (13/07/2023) pagi kemarin.
“Sudah kami buat juga laporannya sekalian ke Ibu Bupati,” ungkap Abdul Aziz.
Untuk diketahui, S. Marman, warga Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk, melayangkan gugatan melawan Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah. Ini karena dia menduga ada penyerobotan tanah milknya di Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk oleh Pemkab Bojonegoro.
Di atas lahan seluas 3.679 meter persegi yang menjadi obyek gugatan dalam perkara itu telah dibangun RPH senilai Rp8,2 miliar pada 2022.
Dalam perkara yang telah diputus Majelis Hakim nomor 5/Pdt.G/2023/PN Bjn ini, para pihak yang bersengketa yakni S. Marman di pihak Penggugat, Bupati Bojonegoro selaku Tergugat I, Kepala Desa (Kades) Banjarsari Fakhul Huda sebagai Tergugat II, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) di pihak Turut Tergugat.(fin)