SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Selama rezim Anna Mua’wanah berkuasa, ternyata keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur, belum mampu mandiri secara penuh. Ini terlihat dari jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terhitung sangat kecil. Kontras dengan transfer yang diperoleh dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas yang jauh lebih besar.
Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro, Mochlasin Afan mengaku, gusar dengan keadaan keuangan pemkab setempat yang dinilai masih sangat bergantung dana transfer dari pemerintah pusat. DBH Migas salah satunya, bahkan ini disebutnya sebagai sumber dana yang paling dominan hingga sekarang.
“Ketergantungan Pemkab Bojonegoro dengan dana yang bersumber dari pemerintah pusat itu disebabkan PAD belum dapat optimalkan,” kata Mochlasin Afan kepada SuaraBanyuurip.com, Kamis (03/08/2023).
Menurut Politikus Partai Demokrat ini, jika dilihat secara postur, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bojonegoro memang besar. Namun jika dibedah dari sisi pendapatan asli daerah sebetulnya masih sangat kecil dan jauh dari kata kemandirian keuangan.
Afan, sapaan akrabnya, mengambil contoh APBD tahun 2022 dimana pelaksanaannya telah disampaikan dalam laporan pertanggungjawaban eksekutif. Dari sisi pendapatan, diketahui dana transfer pemerintah pusat terealisasi sebesar Rp4,7 triliun lebih.
Dana transfer pemerintah pusat ini banyak macamnya. Meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) l, DBH Migas, dan lainnya. DBH Migas ini jumlahnya mendominasi, karena mencapai hampir Rp2,5 triliun dari total Rp4,7 triliun. Lebih dari separuh atau 53,19 persen dana tranfer pusat diperoleh dari DBH Migas.
Namun sebaliknya, PAD Bojonegoro hanya mampu menyumbangkan sekira Rp 804 miliar, berasal dari pajak, retribusi, hasil kelola kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jumlah itu baru sekira 32 persen berbanding DBH Migas.
“Selama ini, dana-dana transfer dari pusat itulah yang mendominasi APBD,” ujarnya.
Dalam catatan pria yang menjadi Anggota Badan Anggaran DPRD Bojonegoro itu, PAD Bojonegoro belum pernah menembus angka di atas Rp1 triliun. Capaian selama ini selalu berada di bawahnya.
Oleh sebab itu, menurut Afan Pemkab Bojonegoro harus berupaya menggenjot kenaikan PAD. Sekurang-kurangnya mampu tembus sampai Rp1 triliun. Dengan begitu kekuatan APBD Bojonegoro memiliki kekuatan lebih. Karena mengurangi ketergantungan dari dana transfer pusat.
“Ketergantungan pada dana transfer pusat ini saya pikir sangat berbahaya. Apalagi dana itu juga tergantung dari hasil sumber daya alam migas yang suatu saat bisa habis. Jangan sampai ini malah jadi bencana, karena pengelolaan yang tidak tepat,” tegasnya.
“Kalau bicara idealnya, harusnya sebaliknya. Postur APBD harus lebih didominasi oleh PAD,” lanjut Afan.(fin)
Sangat setuju,apa yg di katakan bpk afan.kab.bojonegoro masih ketergantungan dana dari pusat atau DBH migas.memang cukup berat kalau mengandalkan PAD /pendapatan asli daerah bojonegoro.apa lagi kabupaten bojonegoro minim industri.dari dulu bidang industri sangat sulit masuk kab.bojonegoro.terimakasih.